Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah daerah di kawasan Jabodetabek memutuskan untuk memperpanjang status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ke tahap kedua. Perpanjangan PSBB dilakukan karena angka kasus COVID-19 di daerah episentrum tersebut masih tinggi. 

Provinsi DKI Jakarta memperpanjang masa PSBB selama empat pekan, dari 25 April hingga 22 Mei. Kemudian, lima wilayah di Jawa Barat yakni Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi memperpanjang PSBB dua pekan dari 29 April hingga 12 Mei. 

Sementara, Gubernur Banten Wahidin Halim berencana memperpanjang PSBB kawasan Tangerang Raya yakni Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan, yang mana pada tahap pertama akan berakhir 3 Mei.

Ketika pemerintah daerah di kawasan episentrum penularan virus corona memutuskan untuk memperpanjang status PSBB karena angka kasus COVID-19 masih meningkat, akankah kebijakan ini ditiru oleh daerah lain yang masih menjalani PSBB dalam beberapa hari terakhir? 

Beberapa daerah lain yang dimaksud adalah Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, Kota Tegal, Provinsi Sumatera Barat, Kota Banjarmasin, dan Kota Tarakan. 

Menurut pengamat Kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, terdapat kemungkinan daerah lain juga akan memerpanjang masa PSBB. Dengan catatan, masih banyak kewajiban dan larangan PSBB yang dilonggarkan di daerah tersebut. 

"Ada kemungkinan daerah lain akan memperpanjang. Alasan perlunya perpanjangan PSBB bisa dilihat dari masyarakatnya yang belum semua disiplin dalam mematuhi protokol PSBB, perkembangan kasus yang masih naik, lalu tes COVID-19 yang belum berjalan secara masif," kata Trubus kepada VOI, Rabu, 29 April. 

Lagi pula, lanjut dia, tak ada kebijakan lebih ketat yang bisa dilakukan pemerintah daerah selain PSBB. Sebab, pemerintah pusat belum mengizinkan daerah manapun secara resmi memberlakukan karantina wilayah ataupun lockdown

"Sehingga, PSBB menjadi satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk memutus mata rantai COVID-19. Namun, ada alternatif lain seperti lockdown dalam skala kecil, yakni RT dan RW. Hal ini sudah dilakukan di beberapa wilayah atas inisiatif warga sendiri," tuturnya. 

Namun demikian, dalam pandangan pengamat kebijakan publik dari UGM Satria Imawan, semestinya fokus pemerintah daerah dalam pelaksanaan PSBB bukan sebatas memperpanjang status atau tidak. Namun, apakah PSBB tersebut efektif memperlambat peningkatan kasus positif atau tidak. 

Sejatinya, kata Satria, tujuan utama PSBB adalah membuat grafik atau tren penambahan kasus per hari menjadi semakin landai. Jadi, jika pelaksanaan PSBB di suatu daerah mesti diperpanjang, patut dipertanyakan efektivitas kebijakan tersebut. 

"Persoalannya bukan memperpanjang PSBB atau tidak, tapi bagaimana dampak kebijakan PSBB selama ini, apakah sudah efektif mencegah penularan COVID-19 dan sesuai tujuannya?" cecar Satria. 

Oleh karenanya, penting bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi pelaksanaan PSBB, baik dari segi epidemiologi maupun kepatuhan semua pihak dalam menjalankan PSBB. 

"Pemerintah daerah setempat harus mengevaluasi kajian epidemiologi daerah itu sendiri, sebelum memutuskan apakah akan memperpanjang PSBB atau tidak. Evaluasi ini harus menyeluruh bersama pemerintah pusat," pungkasnya.