Kabar Burung soal Bisnis Penyelundupan Pemudik
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemberlakuan aturan larangan mudik merupakan langkah pemerintah mencegah penyebaran COVID-19 semakin meluas ke seluruh Indonesia. Belakangan, beredar kabar ada pihak-pihak yang mencari keuntungan dengan menawarkan jasa mudik tanpa diketahui petugas di titik pemeriksaan.

Kabar ini ramai di media sosial Facebook karena adanya unggahan yang menawarkan jasa antar jemput bagi para pemudik. Bahkan, pada unggah itu tertulis siap menerobos pemeriksaan dan mengantarkan pemudik sampai tujuan.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono menyebut, polisi akan menyelidiki soal hal tersebut. Namun, sebagai langkah awal pencegahan, informasi tersebut sudah disebar kepada para anggota yang berjaga di titik pemeriksaan.

Nantinya, petugas akan memeriksa seluruh kendaraan yang berpotensi membawa pemudik. Mulai dari bus pariwisata, truk pengangkut, dan lainnya akan diperiksa secara teliti.

"Tentu kita akan lakukan penyelidikan. Informasi ini sudah kita sampaikan ke anggota di lapangan untuk mengantisipasi modus seperti itu," kata Argo, Kamis, 30 April.

Kabar soal bisnis penyelundupan pemudik ini pun menarik perhatian Kriminolog Universitas Indonesia Ferdinand Andi Lolo. Menurutnya, dalam kondisi pandemi COVID-19 yang juga berpengaruh pada sisi ekonomi, kemungkinan keberadaan bisnis itu benar adanya.

Meski demikian, masalah ekonomi bukan menjadi alasan sehingga bisa melakukan pelanggaran hukum. Sebab, kegiatan atau bisnis itu melanggar Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan.

"Ekonomi jelas terganggu, tapi tidak bisa dijadikan alasan untuk mengkompromikan kesehatan puluhan dan ratusan juta orang lain, terutama yang patuh (larangan mudik)," tegas Ferdinand.

Untuk itu, lanjut Ferdinand, Polri harus bertindak tegas dalam penerapan larangan mudik. Baginya, sanksi teguran dan imbauan sudah cukup diterapkan. Meski jumlah pemudik menurun setiap harinya, tak ada efek jera kepada masyarakat untuk tak mencoba pergi ke kampung halaman.

Sementara, terkait dengan dugaan adanya bisnis itu, Polri harus segera membuktikan kebenarannya. Jika memang terbukti, sanksi pidana dengan hukuman maksimal harus diberikan kepada mereka yang terlibat.

Jika merujuk Pasal 92 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan, pengangkut atau penyedia kendaraan dapat dijerat dengan hukuman pidana selama 10 tahun dan denda Rp15 miliar.

"Penyelundupan pemudik adalah tindakan pidana yang membahayakan masyarakat luas dan harus ditindak sangat tegas," pungkas Ferdinand.