Bagikan:

JAKARTA - Mantan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Romy) akhirnya bebas menghirup udara di luar Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), setelah dia menjalani masa tahanan selama satu tahun penjara.

Meski sudah keluar Rutan KPK, status mantan anggota DPR RI ini masih terdakwa. Sebab, KPK mengajukan kasasi terhadap putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memangkas masa hukumannya dari dua tahun penjara menjadi satu tahun penjara.

"Saya tentu mengucapkan puji syukur sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta saya sudah selesai menjalani (hukuman) per tanggal 28 April kemarin," kata Romy kepada wartawan di Rutan KPK K4, Jakarta Selatan, Rabu, 29 April malam.

Kata Romy, harusnya dia bisa keluar pada pagi hari namun ada sejumlah berkas administrasi yang harus dibereskan terlebih dahulu dan baru keluar dari Rutan KPK pada malam hari.

Dia tak mau membahas soal status terdakwanya, sebab karena ada beberapa hal yang harus diselesaikannya. Selain itu Romy ingin memprioritaskan keluarganya terlebih dahulu. 

"Paling penting bagi saya adalah kembali bersama keluarga," tegasnya.

Sebelum beranjak pulang, Romy mengkritik anggaran makan tahanan KPK. Dia menilai, anggaran yang ada saat ini masih sangat rendah untuk mencukupi kebutuhan gizi para tahanan.

"Saya tidak tahu persis tapi kisarannya antara Rp32 ribu sampai Rp42 ribu untuk tiga kali makan. Jadi secara gizi tidak cukup," ungkapnya.

Selain itu, Romy juga mengkritisi ketiadaan kompor di rutan. Kompor baginya penting untuk menghangatkan makanan dari keluarga yang menjenguk. Kata dia, makanan ini menjadi tambahan gizi bagi para tahanan. 

"Kami berharap ada perbaikan penyediaan dapur atau penyediaan kompor pemanas agar makanan yang dikirimkan keluarga bisa lebih awet," katanya.

Kuasa hukum Romy, Maqdir Ismail mengatakan, keputusan Mahkamah Agung tidak melaksanakan penahanan walau ada pengajuan kasasi dari KPK sudah tepat. Karenanya, dia meminta semua pihak tetap mempercayakan proses hukum yang berjalan terkait kasus ini. 

"Kami ingin mengajak semua pihak untuk mempercayai proses hukum yang dijalankan secara baik dan benar," tegas Maqdir.

Sementara itu, KPK pasrah dengan perintah PN Jakarta Pusat membebaskan Romy karena mandat dari Mahkamah Agung. 

"KPK tidak punya pilihan lain sehingga harus mengeluarkan terdakwa dari tahanan," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri.

Meski politikus itu sudah keluar, Ali mengatakan, KPK mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung pada Senin, 27 April. 

Ada tiga hal yang membuat KPK mengajukan kasasi, pertama adalah Majelis Hakim Tingkat Banding tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum namun tidak semestinya.

Kedua, Majelis Hakim Tingkat Banding tak menerapkan hukum pembuktian saat mempertimbangkan keberatan penutut umum mengenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik. 

Terakhir, KPK juga menganggap penjatuhan pidana pada terdakwa terlalu rendah.

"KPK berharap MA dapat mempertimbangkan alasan permohonan kasasi KPK sesuai fakta hukum yang ada dan juga menimbang rasa keadilan masyarakat terutama karena korupsi adalah kejahatan luar biasa," tegas Ali.

Gedung KPK (Muhammad Iqbal/VOI)

Sebelumnya, Romy terjerat operasi tangkap tangan (OTT) yang berkaitan dengan jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Dirinya dinyatakan menerima uang sebesar Rp255 juta dari eks Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.

Selain itu, dirinya juga disebut menerima uang sebesar Rp50 juta dari eks Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi. Penerimaan uang ini terjadi sepanjang Januari hingga Maret 2019.

Kasus ini juga sempat menyeret mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudin yang juga politikus PPP. Dari fakta persidangan, disebutkan Lukman menerima uang sebesar Rp70 juta.