Mempertimbangkan Perlunya Pencabutan Hak Politik Romahurmuziy
Gedung KPK (Syamsul Ma'arif/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy divonis dua tahun penjara. Dia terbukti bersalah dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama. Pengadilan Tipikor Jakarta, dalam vonisnya, tak mencabut hak politik Rommy. Padahal, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Rommy dihukum empat tahun penjara dan hak politiknya dicabut.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan putusan Hakim lebih ringan dari JPU. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, Hakim Pengadilan Tipikor harusnya bisa menjatuhkan hukuman maksimal kepada Rommy. Kurnia menilai, hakim tampaknya mengabaikan tuntutan pencabutan hak politik dari jaksa.

"Jelas-jelas terdakwa menggunakan pengaruh politiknya ketika melakukan tindak pidana korupsi. Jadi pencabutan hak politik mestinya mutlak dijatuhkan kepada yang bersangkutan," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya kepada VOI, Selasa, 21 Januari.

Menurutnya, hukuman pencabutan hak politik merupakan instrumen penting dalam memberikan efek jera terhadap kasus korupsi. "Ini semata-mata dilakukan agar masyarakat tidak lagi diperhadapkan dengan kontestan politik yang mempunyai track record buruk," katanya sambil berharap JPU KPK mengajukan banding untuk kasus ini.

Menanti banding dari KPK

Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, JPU KPK masih mempelajari putusan tersebut, termasuk tidak dikabulkannya tuntutan pencabutan hak politik terdakwa.

"JPU akan mempelajari terlebih dahulu terkait dengan pertimbangan-pertimbangan yang ada di dalam putusan. Tentunya, putusan secara lengkap kita akan dapatkan dari majelis hakim kemudian kita pelajari termasuk terkait adanya putusan majelis hakim yang tidak mengabulkan pencabutan hak politik dari terdakwa," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Selasa, 21 Januari.

Selain bakal mempelajari putusan hakim tersebut, kata Ali, KPK juga akan mempelajari lebih jauh soal keterlibatan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin dalam kasus ini. 

"Di dalam tuntutan penuntut umum kan sudah mempertimbangkan fakta-fakta yang ada, antara lain sebagai bahan majelis hakim dalam memutus terkait dengan Pasal 55," jelas dia.

"Apakah itu berbeda makanya itu kami pelajari lebih lanjut fakta-fakta dari putusan majelis hakim tersebut yang mengkaitkan dengan Pak Lukman," imbuh Ali.

Romahurmuziy divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Jakarta. Romi dinyatakan bersalah karena menerima suap total Rp346,4 juta dari Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi atas jual beli jabatan di Kementerian Agama.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Romi dengan pidana penjara selama 2 tahun, pidana denda Rp100 juta atau apabila tidak membayar denda maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ucap Hakim Fazal Hendri saat membacakan vonis Rommy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20 Januari.