Bagikan:

JAKARTA - Ahli hukum kesehatan dari Universitas Gajah Mada (UGM) Muhammad Lutfhi Hakim menyatakan keterlambatan rumah sakit dalam melaporkan data pasien COVID-19 tidak dapat dipidanakan. Sebab hal ini hanya persoalan administrasi.

Pernyataan itu disampaikan Lutfi ketika menjadi ahli dalam persidangan perkara hasil swab tes RS UMMI dengan terdakwa Rizieq Shihab, Hanif Alatas, dan Andi Tatat.

Dalam sidang, Hanif Alatas melontarkan pertanyaan seputar bisa tidaknya leterlambatan rumah sakit mengirimkan data real time dipidanakan. 

Mendengar pertanyaan itu, Luthfi menegaskan urusan itu tidak bisa dipidanakan. Alasannya keterlambatan data masuk kategori administrasi.

"Ini kan masalah real time, apakah kesalahan ini bisa dipidanakan?" tanya Hanif dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu, 19 Mei.

"Itu hanya masalah administratif lah," jawab Luthfi. 

Luthfi menjabarkan masalah administratif pasti dialami rumah sakit. Sebab, di massa pandemi rumah sakit yang ditunjuk sebagai lokasi penanganan COVID-19 akan sangat sibuk.

"Saya ini praktik di lebih 40 rumah sakit, betapa sibuknya masalah-masalah yang dihadapi rumah sakit. Belum lagi komplain-komplain ruangan yang tidak ada. Belum lagi habisnya alat-alat untuk dilakukan antigen atau PCR, begitu sibuknya mereka," ungkap dia. 

"Kalau hanya kesalahan seperti ini dijadikan pidana, begitu banyak orang yang harus dipidana dan begitu lumpuh rumah sakit-rumah sakit melayani masyarakat Yang Mulia, terima kasih," sambung Luthfi. 

Hanif kembali menekankan pertanyannya. Dia meminta Luthfi untuk mempertegas soal bisa tidaknya rumah sakit dipidanakan jika terlambat mengirim data pasien COVID-19.

"Administrasi saja itu. Tidak (dipidanakan)," kata Luthfi.