Bagikan:

JAKARTA - Mantan Gubernur Riau Annas Maamun,  terpidana kasus suap alih fungsi lahan, mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo, karena kondisi kesehatannya yang memburuk. Pemberian grasi ini dituangkan dalam Keputusan Presiden nomor 23/G tahun 2019 tentang pemberian grasi pada 25 Oktober.

Jokowi memberi grasi pada Annas setelah mempertimbangkan rasa kemanusiaan. Dia juga sudah mendengar masukan dari Mahkamah Agung dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk pemberian grasi ini.

Menkopolhukam Mahfud MD memberikan masukan pada Presiden Jokowi terkait grasi tersebut dengan alasan, Annas kerap sakit-sakitan dan harus memakai oksigen tambahan tiap saat.

"Dia kan sudah pakai oksigen tiap hari. Kemudian sakit-sakitan dan banyak lagi penyakitnya," kata Mahfud kepada wartawan di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 29 November.

Meski diberi grasi dan bakal bebas di tahun 2020,  bukan berarti Annas akan lepas dari pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, Annas diduga melakukan pemberian suap pada anggota DPRD Riau untuk mengesahkan APBD Riau tahun 2014 dan tahun 2015 dan kasus ini tengah dalam tingkat penyidikan.

"Ya, masih ada satu perkara yang bersangkutan yang sedang kami tangani di tahap penyidikan," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada wartawan, Jumat, 29 November.

Febri mengatakan, penyidikan terkait pemberian suap itu sudah memasuki tahap akhir. Bahkan, sebentar lagi kasus ini bakal segera dilimpahkan dan diproses di Pengadilan Tipikor. "Penyidikannya sudah hampir selesai," tegas Febri.

Sebagai pemberi, Annas belum menjalani persidangan. Sementara tiga penerima suap, yaitu Ahmad Kirjauhari, Suparman, dan Johar Firdaus yang saat itu menjabat sebagai anggota DPRD sudah divonis bersalah. Total suap yang diberikan Annas untuk tiga orang tersebut mencapai Rp1,1 miliar.

Mempertanyakan sisi kemanusiaan pemberian grasi

Pemerintah menegaskan, pemberian grasi pada pria berusia 79 tahun ini atas dasar rasa kemanusiaan. Apalagi di dalam Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Annas menderita berbagai penyakit seperti POPK (COPD Akut), disepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak nafas sehingga perlu menggunakan oksigen tiap saat.

Pemberian grasi ini dipertanyakan Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menilai alasan kemanusiaan yang digunakan sebagai dasar pemberian grasi tersebut mengada-ada.

"Alasan itu tidak dapat dibenarkan, sebab indikator ‘kemanusiaan’ sendiri tidak dapat diukur secara jelas," ungkap Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 November.

Selain itu, Annas terjerat kasus korupsi saat menjabat gubernur Riau. Menurut Kurnia, ini artinya sebagai kepala daerah saat itu, Annas justru menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan padanya.

Dia menambahkan, pemberian grasi pada koruptor bisa mengurangi efek jera bagi pelaku lain. Sehingga, menjadi wajar ketika publik mempertanyakan pemberian grasi tersebut.

"Keputusan Presiden tentang pemberian grasi kepada Annas Maamun pun mesti dipertanyakan. Sebab bagaimanapun, kejahatan korupsi telah digolongkan sebagai extraordinary crime, untuk itu pengurangan hukuman dalam bentuk dan alasan apa pun tidak dapat dibenarkan," jelasnya.

Kilas balik soal kasus Annas Maamun,  gubernur Riau yang menjabat pada Februari hingga September 2014 ini terjerat operasi tangkap tangan (OTT) di tahun yang sama. Saat itu, dia ditangkap di Cibubur, Jakarta Timur bersama 9 orang lainnya.

Setelah gelar perkara, KPK menetapkan mantan politikus Partai Golkar itu menjadi tersangka penerima suap Rp2 miliar terkait alih fungsi 140 hektar lahan kebun sawit di Kabupaten Kuanten Singingi, Provinsi Riau.

Kasus itu sempat menyeret nama Menteri Kehutanan kala itu, Zulkifli Hasan. Annas menyebut pernah bertemu dengan politikus PAN tersebut di kediamannya untuk membahas usulan revisi perubahan kawasan hutan di Riau.

Selanjutnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis kepada Annas hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Setelah putusan itu, dia lantas mengajukan kasasi. Hasilnya, Annas malah dijatuhi hukuman pidana selama 7 tahun.

Dalam kasus ini, dirinya terbukti menerima suap sebesar 166.100 dolar AS dari Gulat pengusaha, Medali Emas Manurung dan Edison Marudut. Selain itu, Annas terbukti menerima hadiah uang sebesar Rp 500 juta dari Gulat agar memenangkan PT Citra Hokiana Triutama milik Edison dalam pelaksana proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.