Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan eks Gubernur Riau Annas Maamun dalam kondisi layak untuk menjalani proses hukum meski telah berusia 81 tahun. Dokter sudah melakukan pemeriksaan.

"Secara kesehatan dokter masih pertanggung jawabkan beliau layak diajukan di persidangan," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Maret.

Lagipula, sebelum dibawa ke KPK, Karyoto menyatakan Annas Maamun sudah lebih dulu menjalani pemeriksaan dokter. Hasilnya, dia dalam kondisi sehat.

Selain itu, KPK memang sejak awal terus mengusut dugaan pemberian suap yang dilakukan Annas kepada anggota DPRD Provinsi Riau pada 2014-2015 untuk pengesahan RAPBD meski dia telah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Adapun grasi diberikan dalam kasus lain yang menjerat Annas yaitu, terkait suap alih fungsi lahan di Riau. "Apapun di sini sudah ada surat perintah penyidikan. Kan enggak mungkin sprindik dihentikan dengan alasan sudah bebas. Tidak ada dalam landasan hukum di SP3," tegas Karyoto.

Diberitakan sebelumnya, KPK menahan Annas Maamun selama 20 hari pertama hingga 18 April di Rutan KPK pada Kavling C1.

Adapun kasus ini bermula saat Annas menjabat sebagai Gubernur Riau pada periode 2014-2019 dan mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2015 ke Ketua DPRD Provinsi Riau yag dijabat oleh Johar Firdaus.

Hanya saja, dalam usulan itu ternyata ada beberapa item terkait alokasi anggaran yang diubah. Salah satunya, terkait anggaram untuk pembangunan rumah layak huni yang harusnya dikerjakan Dinas PUPR jadi tanggung jawab Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD).

Usulan ini pun tak kunjung menemui kesepakatan di tingkat DPRD Provinsi Riau. Sehingga, Annas menawarkan uang dan fasilitas lain seperti pinjaman kendaraan dinas. Tujuannya, agar usulannya bisa disepakati.

KPK menyebut, uang yang diberikan kepada perwakilan anggota DPRD mencapai Rp900 juta.

Atas perbuatannya, Annas sebagai pemberi suap kemudian disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.