JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD disebut seharusnya menegur Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.
Teguran ini harus dilayangkan karena eks Deputi Penindakan KPK itu dianggap salah menafsirkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 yang mengatur status pegawai komisi antirasuah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Menko Polhukam harus menegur Ketua KPK karena salah menafsir UU," kata pakar hukum Abdul Fickar Hadjar kepada wartawan, Rabu, 12 Mei.
Dia juga menyebut, 75 pegawai KPK yang tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) harusnya tetap diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN). Sebab, TWK yang menjadi salah satu syarat peralihan status pegawai harusnya bukan jadi faktor penentu.
Apalagi, jika melihat UU KPK baru, para pegawai komisi antirasuah harusnya secara otomatis menjadi ASN. "UU KPK yang baru menentukan pegawai KPK itu ASN maka dengan sendirinya, sejak UU disahkan, pegawai KPK sudah menjadi ASN," tegasnya.
Fickar juga menyebut, para pegawai yang tak lolos TWK seharusnya jangan dinonaktifkan tapi diberi pelatihan untuk memperbaiki wawasan kebangsaan.
Lebih lanjut, dirinya juga mengatakan, KemenPANRB harusnya bertanggungjawab untuk mengurusi mekanisme peralihan ini. Karena, periode pimpinan KPK sendiri hanya menjabat selama lima tahun dan akan berganti.
"Secara kelembagaan (alih status, red) merupakan tanggung jawab MenPANRB (Tjahjo Kumolo)," ungkapnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.
Sementara 75 pegawai, termasuk Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS) dan dua pegawai tak hadir dalam tes wawancara.
Selanjutnya, 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat ini kemudian dinonaktifkan. Penonaktifan ini, didasari Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021. Surat tertanda Ketua KPK Firli Bahuri ini ditetapkan pada 7 Mei dan salinan yang sah ditandatangani Plh Kepala Biro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.
Ada empat poin dalam surat keputusan tersebut. Termasuk, memerintah pegawai yang tak lolos untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasannya langsung.
Meski begitu, KPK berdalih tak melakukan penonaktifan terhadap puluhan orang tersebut. "Dapat kami jelaskan saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaian masih tetap berlaku," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 11 Mei.
Ada pun maksud dari penyerahan tugas dan tanggung jawab seperti yang tertulis dalam SK, diklaim semata-mata demi efektivitas pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi bisa berjalan.
"Penyerahan tugas ini dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan," ungkapnya.