Pegawai KPK Tak Lolos TWK dan Dinonaktifkan Bisa Gugat Putusan di PTUN
Gedung Komisi Pemberantasa Korupsi (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan penyidik senior Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK yang dinyatakan tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan kemudian dinonaktifkan bisa menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan terkait kebijakan penonaktifan bisa dilakukan mereka karena pimpinan KPK telah salah menafsirkan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Terutama, terkait alih status pegawai dari independen menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Jika pimpinan KPK khususnya Ketua KPK melakukan penonaktifan terhadap 75 pegawai KPK, ini merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan harus dilakukan perlawanan melalui upaya hukum ke pengadilan, di PTUN-kan putusannya," kata Fickar saat dihubungi VOI, Sabtu, 15 Mei.

Kesalahan tafsir tersebut jelas terjadi, menurutnya. Sebab, ketika UU KPK 19 Tahun 2019 hasil revisi diberlakukan maka seharusnya para pegawai komisi antirasuah secara otomatis menjadi ASN dan bukan berdasarkan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

"Hal ini mengingat tes masuk KPK harus dianggap sebagai bagian dari tes masuk ASN. Karena itu, jika ada kelemahan dalam wawasan kebangsaan dengan ukuran hasil tes, maka dilakukan penambahan bukan memutus hak pegawai KPK sebagai ASN," ungkapnya.

Sehingga, Fickar menilai sudah tak ada alasan lagi bagi pimpinan KPK menonaktifkan 75 pegawainya. "Jika terjadi penonaktifan, ini jelas salah kaprah yang merugikan," tegasnya.

"Padahal ada pesan undang-undang alih status itu tidak boleh merugikan pegawai KPK," imbuh Fickar.

Lebih lanjut, dia juga berharap, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat turun tangan menyelesaikan polemik ini. Caranya, dengan memerintah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD untuk memanggil Ketua KPK Firli Bahuri.

"Karena KPK sudah berada di bawah eksekutif maka Presiden harus memerintahkan Menko Polhukam untuk memanggil Ketua KPK untuk membatalkan putusan tersebut," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, pimpinan KPK mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021 tentang Hasil TWK yang dijalankan 1.349 pegawai.

Surat ini terdapat empat poin, termasuk meminta pegawai yang tak lolos TWK untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasannya.

Adapun 75 pegawai tersebut di antaranya Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko. 

Hanya saja, KPK berdalih tak melakukan penonaktifan terhadap puluhan orang tersebut. "Dapat kami jelaskan saat ini pegawai tersebut bukan nonaktif karena semua hak dan tanggung jawab kepegawaian masih tetap berlaku," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 11 Mei.

Ada pun maksud dari penyerahan tugas dan tanggung jawab seperti yang tertulis dalam SK, diklaim semata-mata demi efektivitas pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi bisa berjalan.

"Penyerahan tugas ini dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan," ungkapnya.