Serda Nurhadi Tergerak karena Ditelepon Satu keluarga, Minta Tolong Saat Dikepung Debt Collector
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus (Foto: Humas Polri)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi menyebut Serda Nurhadi hanya berniat untuk menolong keluarga yang diteror oleh kelompok debt collector. Sebab, kehadirannya pun berdasarkan permintaan dari warga sekitar yang menghubunginya.

"Berdasarkan hasil keterangannya menyampaikan bahwa pada saat itu memang dia berupaya untuk membantu ada satu keluarga di dalam mobil yang kondisinya pada saat itu diduga sakit," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Senin, 10 Mei.

Kehadiran Serda Nurhadi di lokasi kejadian karena mendapat telepon dari petugas sekuriti yang meminta pertolongan. Sebab, saat itu kelompok debt collector itu terlibat perdebatan dengan keluarga pemilik mobil.

"Anggota TNI ini (Serda Nurhadi) ditelepon oleh security untuk bisa bantu karena pada saat itu ada keributan. Kemudian dengan upaya yang bijak anggota ini datang," ungkap Yusri.

"Dia memang cuma mau membawa kendaraan tersebut untuk mengantar keluarga yang diduga sakit," sambung dia.

Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan 11 debt collector yang viral karena mengepung Serda Nurhadi sebagai tersangka. Penetepan tersangka berdasarkan gelar perkara.

Para debt collector itu bernisial YAKM, JAD, HHL, HEL, PA, GL, GYT, JT, AM, DS dan HRL.

"11 orang dan perannya masing-masing yang sekarang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan, Senin, 10 Mei.

Pelanggaran pidana yang dilakukan belasan debt collector ini karena melakukan percobaan perampasan. Terlebih, aksi mereka berunsur premanisme.

Selain itu, berdasarkan gelar perkara dan pemeriksaan, sambung Yusri, para debt collector itu ternyata ilegal. Meskipun mereka memiliki surat kuasa dari perusahaan.

Konteks ilegal dalam hal ini, para debt collector itu tidak memiliki keahlian dan klasifikasi tertentu. Sehingga, ketika menagih tunggakan terhadap debitur rawan terjadi aksi premanisme.

"Walaupun surat kuasa ada tapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar, SPP-nya tidak ada sama sekali, jadi itu tidak boleh. Itu ilegal," kata Yusri.

Sehingga, mereka dipersangkakan Pasal 335 ayat 1 KUHP dan pasal 365 KUHP juncto pasal 53 KUHP. Ancaman 9 tahun penjara.