Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo resmi melarang masyarakat mudik ke kampung halaman selama musim Lebaran mulai 24 April tahun ini. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19 agar tak semakin meluas. 

Tapi, banyak warga yang telanjur pulang ke kampung halaman. Berdasarkan hasil survei online Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan, 7 persen masyarakat yang merantau di kota besar sudah mudik, bahkan sebelum memasuki bulan Ramadan. 

Survei ini memiliki 42.890 responden yang turut berpartisipasi. Responden berasal dari Jabodetabek sebanyak 32,7 persen, lalu Jawa Timur 12,3 persen , Jawa Tengah 12 persen, Jawa Barat 9,7 persen, sisanya 33,3 persen dari daerah lain seluruh Indonesia.

Daerah tujuan mudik sesuai urutan adalah Jawa Tengah sebesar 24,2 persen, Jawa Timur 23,8 persen, Jawa Barat 12,7 persen, Jabodetabek 6,3 persen dan sisanya 33 persen ke daerah lain di Indonesia.

Adanya jarak waktu dari pemberitahuan hingga hari pemberlakukan larangan mudik selama dua hari, mengakibatkan warga memiliki waktu untuk persiapkan keberangkatan mudik sebelum masa larangan dimulai. 

"Keterlambatan larangan mudik berujung pada pesan yang dipahami publik sebagai tanda untuk mempercepat mudik sebelum 24 April, saat awal Ramadan," kata pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Defny Holidin, saat dihubungi VOI, Selasa, 21 April.

Defny memprediksi, larangan mudik yang bakal diterapkan nanti berjalan tak begitu efektif. Sebab, sampai saat ini wilayah episenter penularan virus corona seperti di kawasan Jabodetabek baru menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bukan karantina wilayah. 

Arus transportasi, baik dari Jabodetabek ke luar wilayah maupun sebaliknya, tidak dilarang. Meskipun kepolisian menjalankan pengamanan jalur mudik atau operasi ketupat sejak awal bulan Ramadan, tetap saja tak ada penutupan jalan tol maupun jalan arteri. 

"Tentu saja PSBB ini tidak memadai. Sebagai saran kebijakan dari saya, kondisi Jabodetabek memerlukan kebijakan karantina wilayah," jelasnya. 

 

Presiden Joko Widodo mengambil keputusan untuk melarang masyarakat mudik ke kampung halaman demi mencegah penyebaran COVID-19 di berbagai wilayah. 

"Pada rapat ini saya ingin menyampaikan bahwa mudik semuanya akan kita larang. Oleh sebab itu, persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini mulai disiapkan," kata Jokowi dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.

Plt Menteri Perhubungan (Menhub) yang dirangkap oleh Menteri Koordinator (Menko) Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut larangan ini akan mulai berlaku efektif pada, 24 April mendatang. 

"Larangan mudik ini berlaku efektif terhitung sejak hari Jumat, 24 April 2020. Ada sanksinya, namun untuk penerapan sanksi yang sudah disiapkan akan efektif mulai 7 Mei," kata Luhut. 

Adapun larangan mudik ini diberlakukan untuk wilayah Jabodetabek dan wilayah lainnya yang sudah masuk dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), serta zona merah penyebaran COVID-19. Sedangkan untuk pelaksanaannya, akan diatur oleh pemerintah daerah.

"Larangan mudik ini nantinya tidak diperbolehkan lalu lintas orang untuk keluar dan masuk ke wilayah khususnya Jabodetabek. Namun, logistik masih dibenarkan (masuk), masih diperbolehkan arus lalu lintas orang di dalam Jabodetabek atau yang dikenal istilah aglomerasi," ujarnya.

Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono menyatakan, Polri akan melakukan Operasi Ketupat pada awal Ramadan, bertepatan dengan hari pertama larangan mudik hingga H+7 Hari Raya Idulfitri. 

Nanti, Polri bakal berjaga di 2582 pos, yang terdiri dari pos PAM, lalu pos pelayanan dan pos terpadu. Pos pelayanan ada di 1972 lokasi. Sementara, pos PAM ditempati Polri dan TNI yang gunanya untuk mencegah kejahatan. 

"Dalam kegiatan larangan mudik ini tidak akan ada penutupan jalan tol dan jalan arteri, artinya semua jalan akan tetap dapat dilewati. Namun, jika masyarakat tetap mudik maka akan dilakukan penindakan oleh anggota," kata Argo.