JAKARTA - Sudah sepatutnya Hari Kartini yang jatuh pada hari ini digunakan untuk memperingati sosok pelopor dalam membangkitkan derajat perempuan.
Kelahiran Raden Ajeng Kartini pada 21 April mengamanatkan kita menghormati perjuangan semasa hidupnya. Ia membuktikan bahwa wanita bisa menjalankan kewajiban dan memperoleh hak sebagai wanita yang harus dihormati, dihargai, dan dilindungi dari berbagai kekerasan dan ancaman.
Sosok ini melekat dalam diri Gustian Ningsih dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota Daops Manggala Agni Sumatera VI/Siak, Riau, sejak 2005 silam.
Stigma bahwa wanita hanya patut mengurusi dapur terbantahkan oleh perempuan yang akrab disapa Neneng ini. Sehari-hari, ia ikut berjibaku mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau, wilayah paling rawan karhutla di Indonesia.
"Kartini memberikan inspirasi tersendiri bagi saya, bahwa wanita bisa berperan dalam semua hal, termasuk dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan sebagai Manggala Agni," tutur Neneng dalam keterangan yang diterima VOI, Selasa, 21 April.
Ibu tiga anak ini sudah merasakan manis-pahit upaya pengendalian karhutla selama 15 tahun. Tugas pokok Neneng sehari-hari adalah sebagai pemantau deteksi dini. Pantauannya meliputi wilayah Kabupaten Siak, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti.
BACA JUGA:
Selain itu Neneng juga bertugas mengatur papan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (SPBK), dan mengurus administrasi kantor Daops Manggala Agni Sumatera VI/Siak. Namun, tidak jarang Neneng ikut terjun ke lapangan untuk melaksanakan patroli pencegahan dan pemadaman karhutla.
"Saat terjadi kebakaran hutan dan lahan di Siak 2019 kemarin, kita sebagai Manggala Agni tentu harus terjun langsung untuk melakukan pemadaman karhutla sampai beberapa hari," jelas Neneng.
Keanggotaan Manggala Agni yang didominasi laki-laki tidak membuatnya merasa minder. Pada saat pemadaman karhutla, Neneng juga siap berjalan puluhan kilometer untuk menuju titik api, mengangkat gulungan selang, serta memegang nozzle di depan berhadapan langsung dengan api.
Atas dasar itu, Neneng punya pesan kepada tiap perempuan untuk memakai peringatan Hari Kartini "Kaum wanita saat ini dituntut menjadi wanita yang berbudi luhur, pandai dan berani. Mereka mendapatkan hak untuk mengambil peran dalam berbagai bidang, namun tidak melupakan kewajibannya untuk merawat keluarga dan menghargai suaminya," terangnya.
Selain Neneng, Kartini penyelamat hutan lain adalah Miftahul Jannah, atau yang akrab di panggil Metha. Wanita berisua 30 tahun ini merupakan anggota Daops Manggala Agni Kalimantan III/Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Metha tidak bertugas langsung untuk memadamkan api, melainkan menjadi seorang perawat. Namun, perannya sangat dibutuhkan untuk merawat rekan-rekan Manggala Agni yang mengalami cidera saat pemadaman.
Sesekali, wanita yang menjadi anggota Manggala Agni sejak 2015 ini turut menjalankan pengalaman pemadaman di dalam hutan hingga berhari-hari.
Metha menuturkan, peran yang ia jalankan sebagai srikandi pengendali hutan ini menginspirasi wanita Indonesia agar tak pantang menyerah dan semangat untuk meneruskan perjuangannya Ibu Kartini dalam membangun negeri.
"Saya yakin di luar sana masih banyak sosok wanita hebat Indonesia yang berjuang untuk keluarga, negara dan lingkunganya yang memIliki semangat emansipasi Ibu Kartini," ungkap Metha.