JAKARTA - Dua terduga teroris jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora tewas usai menyerang seorang anggota polisi di Poso, Sulawesi Tengah, Rabu (15/4/2020).
Penyerangan bermula ketika kedua terduga teroris, Muis Fahron alias Abdullah dan Ali alias Darwin Gobel mencari keberadaan anggota polisi untuk menjadi target sasaran di salah satu bank.
Karo Penmas DivHumas Polri Brigjen Argo Yuwono mengatakan, pencarian tersebut sempat sia-sia karena tak ada satu pun personel polisi yang ditemukan. Sehingga, mereka memutuskan untuk meninggalkan lokasi sasaran.
Tetapi, beberapa saat kemudian, seorang polisi tiba di bank dengan menggunakan sepeda motor. Kedua terduga teroris yang mengetahui hal ini pun langsung mengarahkan kembali sepeda motornya ke lokasi kejadian.
"Dua orang itu (pelaku) ini datang dengan menggunakan motor juga dan langsung menembak anggota dari belakang. Yang terkena adalah di dada sebelah kanan," ucap Argo, Rabu, 16 April.
Sebelum menembak, mereka sempat memukuli dan mencoba merebut senjata api milik korban. Namun, aksi kedua pelaku pun terhenti ketika ada polisi lainnya yang meneriaki mereka.
"Setelah diteriaki, para pelaku langsung melarikan diri," kata Argo.
Sementara, anggota polisi yang menjadi korban langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan medis. Beberapa jam setelah kejadian, kedua terduga teroris ini berhasil ditangkap. Namun, mereka terpaksa dilumpuhkan karena memcoba melawan.
BACA JUGA:
Pengamat Terorisme dan Intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menyebut, aksi penyerangan kedua terduga teroris ini kemungkinan bermotif balas dendam. Mereka marah terhadap polisi karena dianggap pihak yang bertanggung jawab atas meninggalnya pemuda bernama Qidam Al-Fariski.
Berdasarkan infromasi, pemuda ini ditangkap Densus 88 Antiteror karena dianggap sebagai terduga teroris. Padahal, Qidam Al-Fariski hanyalah seorang warga biasa. Kemarahan kelompok pimpinan Ali Kalora ini semakin memuncak karena pemuda tersebut tewas dengan kondisi luka tusuk dan tembak.
"Cuma karena kemarahan saja (alasan menyerang), momennya saat tewasnya pemuda di tangan densus karena diduga teroris. Itu saja," kata Ulya.
Meski pemuda itu bukan merupakan anggota kelompok MIT, kata Ulya, para anak buah Ali Kalora memang sudah sedari awal membenci polisi. Sehingga, mereka menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk melakukan penyerangan.
Bahkan, kata Ulya, penyerangan dari kelompok ini pun kemungkinan terjadi lagi. Hanya saja, belum bisa diprediksi mereka akan beraksi dalam waktu dekat atau sebaliknya. Dugaan ini pun muncul karena kelompok MIT berada tak jauh dari pusat kota.
"Masih potensi terjadi, mengingat beberapa orang mereka (kelompok MIT) masih gerilya di gunung meski dengan senjata dan amunisi seadanya," tegas Ulya.