Bagikan:

JAKARTA - Pengungkapan dan penangkapan terduga teroris belakangan ini semakin marak. Bahkan, dalam sehari tiga terduga teroris diciduk di beberapa daerah. Sehingga, ada dugaan pergerakan mereka untuk kembali beraksi semakin kuat.

Belum lama ini, tepatnya Jumat, 5 Juni, dua orang terduga teroris yakni AS dan TA menyerang Polsek Daha Selatan, Kalimantan Selatan. Keduanya disebut anggota kelompok teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Kalimantan Selatan.

Kedua terduga teroris itu ditangkap di lokasi berbeda. Untuk AS dibekuk di wilayah Baru Gelang, Kusan Hilir, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Sedangkan, TA tangkap di kawasan Banjar Baru, Kalimantan Selatan.

Masih di hari yang sama, satu terduga teroris berinisial AR ditangkap di tempat kerjanya atau di depot air galon di Jalan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Pengamat terorisme The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan, penangkapan terduga teroris bukan karena mereka kembali bergerak untuk menebar aksi teror. Melainkan, Polri sedang membersihkan sisa-sisa jaringan terorisme.

"Menurut saya tidak seperti itu (pergerakan teroris, red) tapi lebih karena polisi ingin membersihkan sisa-sisa jaringan," kata Harits kepada VOI, Rabu, 10 Juni.

Kata dia, langkah ini diambil polisi untuk menghilangkan upaya penyebaran ideologi-ideologi terorisme. Sehingga, keberadan mereka pun akan menghilang seiring berjalannya waktu.

Kualitas teror semakin rendah

Menurut dia, saat ini kualitas teror yang dihasilkan tergolong rendah. Sebab, para petingginya sudah hampir habis. Sehingga kemampuan dalam menjalankan aksinya tidak seperti pendahulunya.

Dia memperdikisi, pola penyerangan yang akan dilakukan kelompok teroris masih sama. Yakni dengan menjadikan aparat penegak hukum sebagai targetnya.

"Kemampuan mereka untuk melakukan aksi sudah jauh turun dari sebelumnya. Meski ada beberapa orang saja yang masih punya rencana serangan, tapi kemungkinan besar kualitas serangan masih seperti biasanya," kata Harits.

Namun, hal berbeda akan terjadi di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. Menurut Harits, potensi terjadinya penyerangan dan aksi teror cukup besar. Penyebabnya, hingga saat ini sosok petinggi kelompok belum tertangkap hingga. Bahkan polisi masih melakukan pencarian terhadap para petingginya.

"Kecuali di wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah operasi seperti Poso. Ada potensi serangan sporadis terhadap aparat datang dari orang-orang yang masuk DPO (Daftar Pencarian Orang)," kata Harits.