Bagikan:

JAKARTA - Untuk mengampanyekan gerakan physical distancing, setiap harinya masyarakat Yunani disajikan adegan dua pria yang duduk terpisah beberapa meter di belakang meja panjang dalam ruangan yang terang benderang. Adegan tersebut tersiar di saluran televisi pada jam-jam tertentu. 

Pengarahan terkait COVID-19 harian Kementerian Kesehatan juga disiarkan lewat televisi. Dimulai dengan Sotiris Tsiodras, seorang profesor penyakit menular terlatih dari Harvard yang menyampaikan fakta dan angka terkini dengan sesekali memohon secara emosional kepada warga untuk selalu menjaga jarak saat bepergian.

Menteri Pertahanan Sipil Nikos Hardalias juga selalu memohon warga Yunani untuk tetap berada di rumah dalam situasi ini. Upaya mereka untuk menjaga keamanan agar COVID-19 tidak terlalu menyebar di negara itu tampaknya membuahkan hasil. Di negara berpopulasi lebih dari sebelas juta itu terdapat 2.145 kasus dikonfirmasi pada Senin 13 April. Dari angka itu, 99 di antaranya meninggal. Angka yang jauh lebih rendah dibanding negara lain di Eropa.

Yunani menghadapi wabah COVID-19 lebih baik dari yang diperkirakan. Namun, kini mereka juga tengah bersiap akan kemungkinan kasus bertambah. Tsiodras melihat Paskah Ortodoks, yang dirayakan pada 19 April sebagai tantangan. Pada momen itu, sudah jadi tradisi orang-orang akan berduyun-duyun kembali desa leluhur di pedesaan untuk merayakan festival terbesar dalam kalender agama mereka. Tentu hal tersebut memberikan risiko besar dalam penyebaran virus.

Kondisi lapangan

Melansir The Guardian, Rabu 15 April, kemampuan Yunani mengatasi keadaan darurat kesehatan masyarakat dengan keadaan sekarang bukanlah hal yang biasa. Hampir satu dekade, Yunani terlibat dalam krisis utang, di mana ekonominya mengalami kontraksi sebesar 26 persen. Selain itu, sistem kesehatan Yunani masih jauh dari kata pulih.

Rumah sakit pemerintah menanggung beban pemotongan dana sebagai imbalan atas pinjaman penyelamatan dari pemberi pinjaman internasional untuk menjaga Yunani tetap bertahan di zona euro. Dengan adanya epidemi di Eropa, para otoritas mengakui, Yunani hanya memiliki 560 tempat tidur unit perawatan intensif (ICU).

Selain itu, Yunani sama seperti Italia. Kedua negara tersebut memiliki populasi lansia yang besar, dengan sekitar seperempat dari usia pensiun. “Ada kenyataan, kelemahan, yang sangat kami sadari,” kata Dr. Andreas Mentis yang mengepalai Hellenic Pasteur Institute.

“Sebelum kasus pertama didiagnosis, kami sudah mulai memeriksa orang dan mengisolasi mereka. Penerbangan yang masuk, terutama dari China, dimonitor. Belakangan, ketika orang lain mulai dipulangkan dari Spanyol, misalnya, kami memastikan mereka dikarantina di hotel,” tambahnya. 

Dr Mentis yang duduk di komite ilmiah yang memberi nasihat kepada pemerintah kanan-tengah tentang penyakit mematikan itu. Sejak awal, beberapa pejabat di pemerintahan Yunani mengatakan bahwa pemberlakuan lockdown dikhawatirkan akan mengganggu keadaan sosial dan pilihan yang menghancurkan bagi negara yang baru saja mulai menunjukkan tanda-tanda peremajaan ekonomi.

Pada akhir Februari, sebelum Yunani mencatat kematian pertama akibat COVID-19, parade karnaval dibatalkan. Pada 10 Maret, sekolah-sekolah di Yunani diperintahkan untuk ditutup. Dalam beberapa hari kemudian, bar, kafe, restoran, klub malam, pusat kebugaran, mal, bioskop, toko ritel, museum dan situs arkeologi juga ditutup.

Kejadian-kejadian traumatis di Italia akibat COVID-19 mengejutkan warga Yunani, seperti halnya warga negara lain. Hal tersebut juga disampaikan oleh Tsiodras dan Menhan Hardalias ketika mereka mencoba untuk menyampaikan pesan bahaya yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.

Setelah melihat keadaan Italia, pemerintah Yunani dipaksa untuk melakukan penutupan yang lebih luas. Pantai dan resor ski yang biasa dipenuhi turis juga terkena pemberlakuan penutupan. Pertemuan publik lebih dari sepuluh orang juga akan dibubarkan.

Selain itu, penerbangan dari dan ke negara-negara yang terkena dampak terburuk juga ditangguhkan. Namun, Gereja Ortodoks Yunani yang berpengaruh, pendetanya menolak untuk menutup layanan dan ritual Komuni Suci.

Namun, pandemi juga merupakan katalisator bagi pemerintahan Yunani yang terpilih untuk berkuasa pada Juli 2019 dalam agenda reformasi. Jika Yunani terpaksa melakukan lockdown, pemerintah akan memanfaatkan krisis untuk memberlakukan reformasi digital yang telah lama tertunda dan bertujuan untuk melindungi kesehatan warga serta memodernisasi warga negara Yunani. 

"Ketika pandemi pecah, kebutuhan untuk menyederhanakan proses pemerintah menjadi yang terpenting," kata Menteri Tata Kelola Digital Yunani Kyriakos Pierrakakis. 

“Salah satu hal pertama yang kami lakukan untuk membatasi insentif bagi orang untuk keluar dari rumah mereka adalah memungkinkan mereka menerima resep dokter pada ponsel mereka. Itu saja, telah menyelamatkan 250 ribu warga dari kunjungan ke dokter dalam waktu 20 hari. Ini secara dramatis membantu mengurangi jumlah orang yang keluar dari rumah," tambahnya. 

Dokumen-dokumen yang biasanya hanya bisa diterima di kantor-kantor pemerintah, nantinya akan dihadirkan secara online. Hal tersebut juga menghemat ribuan perjalanan setiap hari. "Dengan mengubah sifat interaksi warga dengan negara, harapan kami adalah bahwa pada akhirnya kepercayaan publik terhadap institusi akan pulih," kata Pierrakakis.