JAKARTA - Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi menegaskan Iran akan mempertimbangkan "peluang" serta ancaman dalam surat dari Presiden AS Donald Trump yang mendesak perundingan baru terkait nuklir.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menolak surat Trump pekan lalu dengan menyebut surat yang menipu. Khamenei mengatakan tuntutan Trump yang berlebihan akan "mempererat ikatan sanksi dan meningkatkan tekanan terhadap Iran".
Namun Araqchi mengatakan Teheran masih mengkaji surat tersebut dan mempertimbangkan balasannya.
"Surat Trump lebih merupakan ancaman, tetapi surat itu mengklaim memiliki peluang. Kami memperhatikan semua poin yang terkandung dalam surat itu dan akan mempertimbangkan ancaman dan peluang dalam tanggapan kami," kata Araqchi dilansir Reuters, Kamis, 20 Maret.
"Ada peluang di balik setiap ancaman,” tegasnya.
Pada Rabu, Axios melaporkan surat Trump memberi Iran tenggat waktu dua bulan untuk mencapai kesepakatan nuklir atau menghadapi sanksi yang lebih ketat di bawah kampanye "tekanan maksimum" Presiden AS yang diperbarui.
Araqchi mengatakan Teheran akan menanggapi surat Trump dalam beberapa hari mendatang melalui saluran yang tepat, menolak segala negosiasi langsung selama Washington memberikan "tekanan, ancaman, dan sanksi".
BACA JUGA:
Dalam masa jabatan pertamanya, Trump menarik AS dari kesepakatan tahun 2015 antara Iran dan negara-negara besar yang telah memberlakukan batasan ketat pada aktivitas nuklir Teheran dengan imbalan keringanan sanksi.
Setelah Trump menarik diri pada tahun 2018 dan memberlakukan kembali sanksi, Iran melanggar dan jauh melampaui batasan tersebut dalam pengembangan program nuklirnya.
Negara-negara Barat menuduh Iran berupaya mendapatkan senjata nuklir dengan memperkaya uranium hingga kemurnian 60%, di atas apa yang mereka katakan dapat dibenarkan untuk program sipil.
Teheran mengatakan pengembangan program nuklirnya adalah untuk tujuan damai dan menghormati komitmennya berdasarkan hukum internasional.