Bagikan:

JAKARTA - Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya, Heru Hanindyo, menghadirkan lima saksi meringankan pada persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Satu di antaranya Arif Budi Harsono yang merupakan kakak kandungnya.

"Kenal dengan terdakwa Heru?" tanya ketua majelis hakim Teguh Santoso dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa, 18 Maret.

"Heru adalah adik kandung saya," jawab Arif.

Mendengar perihal tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU)) langsung mengajukan keberatan. Sebab, Arif dan terdakwa memiliki hubungan keluarga dengan terdakwa. Bahkan, selalu hadir dalam persidangan Heru Hanindyo.

"Izin Yang Mulia, untuk Pak Arif Budi ini memang ada di berkas memang, tapi karena yang bersangkutan setiap sidang hadir di sidang, mohon izin kami keberatan kalau beliau sebagai saksi," ujar jaksa.

Kuasa hukum Heru mengatakan keterangan yang akan disampaikan Arif tak berkaitan dengan perkara ini. Dia mengatakan Arif akan menerangkan soal harta warisan Heru.

"Izin Yang Mulia, keterangan yang akan disampaikan Pak Arif Budi ini tidak ada kaitannya dengan masalah persidangan yang lalu," kata kuasa hukum Heru.

"Iya, bukan masalah, maksudnya, tapi kan beliau ini setiap hari setiap persidangan Pak Heru kan hadir terus," ujar hakim.

"Izin Yang Mulia, karena bagaimana nnti kami bisa membuktikan kalau hartanya ini berasal dari warisan kalau tidak menghadirkan keluarga Yang Mulia, karena ini salah satu dari kami adalah ada beberapa harta itu adalah harta warisan, bagaimana mungkin kami bisa membuktikan itu harta warisan tanpa membawa keluarga, Yang Mulia," ujar kuasa hukum Heru.

Hingga akhirnya, hakim memutuskan Arif tetap bisa memberikan keterangannya tapi tanpa disumpah.

"Kalau misal itu saya serahkan kepada Yang Mulia, tapi kami ingin agar saksi didengar dalam persidangan hari ini, untuk dipertimbangkan atau tidak nanti kami serahkan kepada majelis," kata kuasa hukum Heru.

Sebagai informasi, tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.

Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

Terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Suap yang diduga diterima oleh tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).