Dampak yang Ditinggalkan COVID-19 pada Paru-Paru
Ilustrasi penampang paru-paru (Photo by Robina Weermeijer on Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 hingga hari ini telah menginfeksi setengah lebih dari setengah juta populasi manusia di dunia. Virus yang dikenal sebagai SARS-CoV-2 ini menyerang paru-paru dan mengakibatkan pneumonia bagi penderitanya.

Melansir The Guardian, Prof John Wilson, dokter pernapasan sekaligus Presiden Royal Australasian College of Physicians menjelaskan infeksi virus corona dimulai dari sistem pernapasan melalui droplet (percikan cairan mulut dari bersin atau batuk) atau benda yang terkontaminasi. Pada kasus pertama orang tidak dapat membedakan penyakit ini dengan flu atau batuk ringan.

Bahkan menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 80 persen pasien virus corona mengalami gejala ringan. "Berarti seseorang menderita demam dan batuk dan mungkin gejala yang lebih ringan seperti sakit kepala atau konjungtivitis," kata Wilson. 

Meski sebagian besar kasusnya ringan, tetapi COVID-19 bisa menginfeksi saluran pernapasan atas yang biasanya menyumbat paru-paru "Orang-orang dengan gejala ringan masih dapat menularkan virus tetapi mungkin tidak menyadarinya," tambahnya. 

Namun pada kasus yang lebih parah, dampak virus corona ini bisa langsung merusak paru-paru. Pasien positif COVID-19 akan mengalami demam dan batuk disertai sakit tenggorokan serta batuk kering. 

Dalam kondisi ini infeksi virus corona telah bereplikasi secara bertahap menuju ke arena dada pernapasan bawah (respiratory tree) dan masuk ke tabung bronkial. Ketika tabung bronkial bengkak karena peradangan, maka sirkulasi oksigen pada tubuh juga akan bermasalah. 

”Lapisan pada pernapasan bawah menjadi terluka, menyebabkan peradangan. Hal ini mengiritasi saraf di jalan napas. Hanya setitik debu dapat merangsang batuk. Tapi jika ini semakin buruk, itu hanya melewati lapisan jalan napas dan pergi ke unit pertukaran udara, yang berada di ujung lorong udara. Jika terinfeksi, mereka merespons dengan memberikan radang ke dalam kantung udara yang ada di bagian bawah paru-paru kita," jelas Wilson. 

Pada tahap ini, pasien bisa mengalami sesak napas parah yang akan mengembangkan pneumonia dari virus COVID-19 itu sendiri. Dalam kondisi ini, fungsi paru-paru akan mengalami penurunan yang berimplikasi pada penyakit bawaan pasien COVID-19.

WHO mengatakan orang tua dan orang-orang dengan masalah seperti tekanan darah tinggi, masalah jantung, paru-paru, atau diabetes, lebih mungkin untuk terkena COVID-19 yang lebih serius. Sejauh ini penggunaan alat ventilator diharapkan bisa mempertahankan fungsi paru-paru dalam memproduksi kadar oksigen bagi pasien virus corona.

“Orang-orang sudah menguji coba semua jenis obat dan kami berharap bahwa kami mungkin menemukan bahwa ada berbagai kombinasi obat virus dan anti-virus yang bisa efektif. Saat ini tidak ada perawatan yang ditetapkan selain dari perawatan suportif, yang kami berikan kepada orang-orang dalam perawatan intensif," kata Profesor Christine Jenkins dari Lung Foundation Australia.

Di sisi lain, Dr. Keith Mortman dari Rumah Sakit Universitas George Washington berhasil memvisualisasikan organ paru-paru dari pasien yang terinfeksi COVID-19. Menggunakan teknologi virtual reality (VR) para dokter dan peneliti bisa melihat penyebaran coronavirus di paru-paru.

Mortman menggunakan CAT (Computer Aided Tomography) atau CT Scan dari salah satu pasiennya yang positif mengidap COVID-19. Dalam visualisasinya memperlihatkan bagaimana virus corona menyebar ke seluruh paru-paru. Hal ini lah yang menyebabkan pasien COVID-19 mengalami kesulitan bernapas, hingga memerlukan alat bantu ventilator.

"Area yang ditandai dengan warna kuning pada video mewakili bagian paru yang terinfeksi dan meradang. Dari pemindaian, jelas kita mengetahui bahwa kerusakan tidak terlokalisasi pada satu area tunggal, tetapi sebaliknya mencakup petak besar kedua paru-paru dan menunjukkan seberapa cepat juga agresif infeksi dapat bertahan," jelas Dr. Mortman.

Menurutnya virus corona telah meninggalkan tingkat kerusakan yang begitu parah di paru-paru. Setidaknya jika sembuh seorang pasien akan mengalami penurunan fungsi pernapasan hingga empat persen dari paru-paru normal.

Mengingat bahaya yang ditimbulkan, Dr. Mortman, meminta agar masyarakat untuk tetap berada di rumah dan melakukan karantina mandiri. Jikalau harus berpergian, senantiasa menggunakan masker dan menghindari kontak fisik dengan orang lain.