Kebijakan Alutsista Dikritik: Pindah Ibu Kota Baru Bisa, Membangun <i>Rescue Submarine</i> Tak Bisa
KRI Nanggala-402 (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia telah mengoperasikan kapal selam sejak puluhan tahun. Namun, anehnya hingga saat ini belum memiliki rescue submarine. Hal ini menjadi sorotan Pengamat Militer Connie Rahakundini Bakrie. Padahal, kata dia, untuk membangun rescue submarine hanya dibutuhkan Rp5,3 triliun.

Connie pun membandingkannya dengan rencana pemerintah untuk membangun Ibu Kota Negera (IKN). Dia bertanya mengapa pemerintah menyanggupi untuk membangun IKN, namun tak sanggup untuk membangun rescue submarine.

"Dari awal saya terlibat karena saya yang mendesain sistem pertahanan Ibu Kota Negara. Saya pertama bingung emang bisa dicapai ini membuka kota dengan keadaan kaya gini, apakah uangnya ada? Ada. Emang sedikit? Banyak banget. Rescue submarine yang harus kita punya hanya (butuh anggaran) Rp5,3 triliun (tapi belum dibangun sampai sekarang)," katanya dalam diskusi virtual, Minggu, 25 April.

Menurut Connie, belum dibangunnya rescue submarine menandakan pemerintah tidak mementingkan sesuatu yang lebih penting. Sebab, hingga saat ini Indonesia tetap mengoperasikan kapal selam bahkan sudah puluhan tahun. 

"Jadi menurut saya yang tidak kita punya adalah the sense of urgency. Bahwa angkatan bersenjata kita itu dalam keadaan sakit," ujarnya.

Connie mengatakan satu-satunya insiden kecelakaan kapal selam yang persis seperti yang saat ini alami Indonesia adalah kasus hilangnya kapal San Juan milik Argentina pada 2017.

"Satu-satunya yang (mengalami) masalah seperti kita itu adalah Argentina. San Juan itu menghilang di lepas pantai Argentina, kemudian 15 hari dicari dinyatakan hilang, tapi 1 tahun kemudian diketemukan sudah puing-puing. Itu artinya kita tidak bisa main-main begitu kapal selam menghilang begitu saja, something very wrong happen gitu," tuturnya.

Lebih lanjut, Connie mengaku sangat konsen terhadap insiden kapal KRI Nanggala-402 ini. Sebab, ada 53 nyawa putra putri terbaik bangsa di dalam kapal tersebut. Karena itu, dia meminta masalah ini jangan hanya dibahas dalam beberapa pekan lalu menghilang begitu saja.

"Ini tidak main-main. Jangan dianggap 'oh rutin kok tiap tahun kapal selam ada kecelakaan' betul, kapal selam Amerika tabrakan jadi bukan karena hilang tenggelam," ucapnya.

Terkait insiden hilangnya kapal KRI Nanggala-402, Connie mengaku mencoba menahan diri untuk tidak mengungkap ke publik dokumen maintenance terakhir kapal tersebut. Sebab, dokumen itu diyakini bisa membuat kehebohan di tengah masyarakat.

"Saya itu dari kemarin menahan diri supaya jangan sampai terucap. Karena kalau terucap ke publik pasti heboh. Saya punya kok laporan dokumen terakhir apa hasil maintenance KRI Nanggala-402. Saya punya report dari mulai Maret kemarin tentang kondisi kapal selam tersebut dan dari sebelumnya tentang torpedo," ucapnya.

Seperti diketahui, kapal selam buatan Jerman tersebut hendak melakukan latihan tembak torpedo kepala perang, pada Rabu 21 April. Namun, Kapal KRI Naggala-402 dinyatakan hilang kontak sejak Rabu, 21 April hingga Minggu, 25 April belum juga diketemukan.

Berdasarkan keterangannya, KRI Nanggala-402 diperkirakan hilang di perairan sekitar 60 mil atau sekitar 95 kilometer dari utara Pulau Bali, sekitar pukul 03.00 waktu setempat. Kapal selam ini membawa 53 orang yang terdiri dari 49 ABK, seorang komandan satuan, dan tiga personel senjata.

Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan sebanyak 53 awak kapal KRI Nanggala-402 dinyatakan telah gugur. Hal ini disampikan saat jumpa pers di Base Ops Lanud Ngurah Rai, Badung, Bali, Minggu petang, 25 April.