Bagikan:

JAKARTA - Kuasa hukum Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail menyoroti dakwaan terhadap kliennya yang disebut menermina suap senilai Rp29,2 miliar dari para perusahaan pengadaan barang sembako. Tapi mereka para pemberi duit tidak diadili seperti penyuap lainnya.

"Seperti yang saya sampaikan tadi yang kami persoalkan adalah jumlah uang Rp29 miliar sekian. Karena didakwaan itu disebut, akan tetapi orangnya tidak pernah ada meskipun dalam BAP ada yang mengaku itu akan tetapi mereka kan tidak, sampai sekarang belum didakwa sebagai pemberi terhadap suap ini," kata Maqdir kepada wartawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 21 April.

Menurut Maqdir, dalam surat dakwaan ada 57 perusahaan yang tercatat memberi suap. Sebagian besar menolak menyerahkan fee. Sedangkan sisanya ada yang tidak pernah diperiksa dan sebagainya.

"Dari jumlah Rp 29,252 miliar, vendor ada 29 yang membantah yang disebut dalam surat dakwaan. Kemudian yang mengakui itu hanya 8 vendor, sementara yang lain ada 20 vendor itu nggak pernah diperiksa, artinya ini nggak bersumber dari hasil pemeriksaan saksi-saksi," kata dia.

"Mungkin saja ini hanya berasal dari keterangan salah seorang terdakwa yang secara sengaja menurut kami ini ingin melempar bola ke atas. Dibuang ke atas seolah-seolah dia jalankan perintah jabatan. Kalau orang menjalankan perintah jabatan nggak bisa dihukum. Ini nampaknya yang dilakukan terdakwa lain," sambung Maqdir.

Karena itu Maqdir menginginkan dakwaan terang benderang. Bila memang ada penerimaan atau penyerahan uang suap sebesar Rp29,2 miliar, maka identitas penyuapnya harus dipaparkan.

Selain itu, tim pengacara Juliari juga meminta majelis hakim mencermati jumlah uang yang disebutkan dalam dalam surat dakwaan tersebur. Hal itu dianggap sebagai keanehan.

"Kami katakan demikian karena sependek pengetahun kami delik suap itu adalah delik berpasangan, ada pemberi dan ada penerima. Dan Klien kami didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor. Tetapi belum ada yang didakwa sebagai pemberi uang sebesar Rp29,252 miliar," kata Maqdir.

“Artinya suap yang real didakwakan kepada klien kami (Juliari) dengan adanya pemberi suap hanya sebesar Rp3,23 miliar, yakni dari Harry Van Sidabukke sebesar Rp1,28 miliar dan Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp1,95 miliar," kata dia.

Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Barubara didakwa menerima suap senilai Rp32,4 miliar dalam proyek pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 se-Jabodetabek. Suap itu diterima melalui dua anak buahnya.

Berdasarkan dakwaan, Juliari disebut jaksa KPK menerima suap melaui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,280 miliar dari pihak swasta bernama Harry Van Sidabukke.

Kemudian, Juliari juga menerima uang dari senilai Rp1,950 miliar dari Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja.

Terakhir, dalam dakwaan juga disebutkan jika Juliari menerima uang senilai Rp29.252.000.000 atau Rp29,2 miliar dari beberapa penyedia barang pada proyek bansos.