Bagikan:

JAKARTA - Tiap harinya, angka kasus positif COVID-19 semakin bertambah. Padahal, kurang dari tiga bulan lalu, virus corona hanya terbatas ditemukan di China. Kini, hampir semua Negara mulai sibuk mengumumkan jumlah warganya yang tertular COVID-19. Tetapi, hal itu tak belaku bagi Vanuatu.

Di Negara yang jika dihitung memiliki jarak 1.800 km di Timur Australia dengan total jumlah penduduk kurang dari 300.000 orang, telah menjadi salah satu Negara di dunia yang tak memiliki kasus positif COVID-19. Meski begitu, Pemerintah Vanuatu tak mau berbesar hati. Oleh karenanya, mereka mulai menutup perbatasan, hingga mencangkup seluruh pelabuhan dan Bandar udara.

Seperti dilansir The Guardian, Juru Bicara Pemerintah Vanuatu terkait COVID-19, Russel Tamata mengatakan langkah agresif yang diambil oleh pemerintah karena menyadari kemampuan sumber daya dari Negara tersebut dalam melawan wabah tersebut takkan cukup.

“Kami tahu bagaimana virus menyebar dan ketika kami melihat budaya kami dan bagaimana cara kami hidup, itu mendukung virus ini. Jika itu datang, itu akan menjadi bencana,” katanya.

“Pada titik ini, kita harus ketat dengan perbatasan kita - ketakutan kita adalah jika COVID-19 memasuki Vanuatu, itu akan menyebar dengan sangat cepat dan kita tidak punya sumber daya dan fasilitas untuk mengelolanya. Kesalahan sekecil apa pun akan berdampak sangat buruk bagi kita,” tambahnya.

Setali dengan gerak cepat pemerintah, warga Vanuatu yang memiliki bisnis seperti restoran dan hotel secara sukarela menutup tempat usahanya. Kalau pun masih ada yang buka, jam operasionalnya akan dibatasi tak lebih dari pukul 21.00 waktu setempat.

Tak hanya itu, area cuci tangan portabel juga dibuat di sepanjang jalan utama Port Vila dan ditempatkan di luar toko, bank hingga restoran. Bahkan semua bar dan restoran di Vanuatu kompak untuk menghilangkan fasilitas makan di tempat. Pesanan makanan hanya diperbolehkan untuk take away

Didukung Masyarakat

Sekalipun dengan ditutupnya perbatasan menjadi pukulan keras bagi para pengusaha pada ragam sektor, seperti perhotelan dan pariwisata. Apalagi, bisnis pariwisata telah menyumbang lebih dari 40 persen dari total pendapatan Negara. Tetap saja, mayoritas warga mendukung kebijakan tersebut.

Salah satu yang mendukung adalah Chistoph Tahumpir yang sehari-harinya bekerja sebagai seorang pengusaha lokal yang mengekspor kayu cendana ke China. Dirinya terpaksa harus menutup sementara bisnisnya dan sedikit khawatir akan meningkatkan angka pengangguran. Tetapi Ia setuju perbatasan harus ditutup.

“Jika virus datang ke sini, saya pikir itu mempengaruhi seseorang yang lebih tua di keluarga saya. Sedihnya lagi, kita tidak dapat mengunjungi mereka di rumah sakit. Itu akan sangat menyedihkan," ucapnya.

Ironi lainnya, diungkap oleh mantan anggota parlemen Vanuatu, Kalfau Moli, yang berhasil mendapatkan penerbangan terakhir dari pulau asalnya Malo ke Port Vila sebelum semua operasi perjalanan antar-pulau dihentikan.

Dirinya mengungkap kekhawatiran bahwa virus ini masuk ke Vanuatu. “Sebagai ayah dan warga negara ini, saya sangat khawatir. Kami tidak memiliki fasilitas untuk mengelola virus, kami bahkan tidak punya air untuk mencuci tangan. Katakan di mana kita bisa mendapatkan air di timur Malo? Atau di Whitesands di Tanna?"

Kota Kecil di Italia

Italia menjadi negara di luar China yang terdampak paling parah akibat COVID-19. Namun siapa sangka, ada sebuah kota kecil di Italia yang tidak mencatatkan kasus kematian atau infeksi COVID-19.

Kota yang berada di Italia Utara itu, memiliki populasi tak lebih dari 3.300 kepala keluarga yang tinggal di sana. Namun menariknya, tidak ada satu penularan infeksi virus corona di Kota bernama Vo itu. 

Aparat dan pemerintah kota berhasil menekan laju infeksi dan penularan COVID-19 dengan pemberlakukan karantina ketat, menyusul angka kematian di Italia akibat virus corona. Meski tak memiliki peralatan medis yang canggih, kota ini berhasil lakukan langkah pencegahan COVID-19 seperti di Korea Selatan, demikian dirangkum dari Eubserver.

Saking sigapnya. Menurut penuturan Dewan Kota Vo, Alessio Turetta, "Pilar strategi kami untuk mengelola darurat kesehatan adalah karantina dan pengujian.”

Strategi tersebut pun berhasil. Bagaimana tidak, hingga Senin, 23 Maret, penyebaran penyakit telah berhenti, dan tidak ada infeksi baru. Walau begitu, tak semua orang di Vo senang dengan strategi yang diterapkan. Terlepas dari itu, tidak dapat dipungkiri bahwa model yang dilakukan Kota Vo telah sukses.