JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi merespons pemanggilan Wali Kota Jakarta Pusat Arifin untuk diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta sebagai saksi terkait kasus korupsi Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Sebelum Arifin, Kejati DKI juga memanggil Wali Kota Jakarta Barat Uus Kuswanto dalam kapasitas yang sama untuk memberikan keterangan.
"Bukan berarti gimana-gimana. Kita ikutin aja proses nya. Tapi memang Saya minta seluruh jajaran untuk mendukung proses yang ada," ungkap Teguh ditemui di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat, 7 Febrari.
Teguh mengaku dirinya memang telah meminta semua anak buahnya untuk mendukung Kejati dalam mengusut tuntas kasus korupsi di lingkungan Pemprov DKI, termasuk memberikan keterangan yang diketahui terkait kasus kegiatan fiktif pada Dinas Kebudayaan DKI yang tengah ditangani.
"Namanya saksi, kita kan tentu saja mendukung proses hukum. Saksi itu kan dimibtai keterangan, dulu pernah ikut rombongan ke mana-ke mana. Gitu aja," jelas Teguh.
Kejati DKI memeriksa Arifin dan saksi lain yang merupakan manajemen sanggar seni pada Kamis, 6 Februari. Sementara, Uus diperiksa pada 23 Januari lalu bersama 10 saksi lainnya.
Sebelumnya, Penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi kegiatan fiktif Dinas Kebudayaan DKI pada 2 Januari 2025.
Mereka adalah Kepala Dinas Kebudayaan DKI nonaktif, Iwan Henry Wardhana, Kepala Bidang Pemanfaatan DKI nonaktif, Mohamad Fairza Maulana, dan Gatot Arif Rahmadi (GAR) selaku pemilik event organizer (EO) fiktif. Ketiganya juga telah ditahan selama 20 hari.
Dari hasil penyidikan, kegiatan yang dikerjasamakan dengan GR-Pro milik Gatot dilancarkan dengan dua variasi, yakni kegiatan yang sepenuhnya fiktif, lalu kegiatan yang sebagian dilaksanakan dan sebagian lagi difiktifkan.
Dalam menjalankan kegiatan yang bersumber dari APBD perangkat daerah seperti Disbud harus membuat pertanggungjawaban penggunaan anggaran.
Untuk menutupi celah itu, Iwan dan Fairza membuat surat pertanggungjawaban atau SPJ dengan menggunakan stempel-stempel palsu dan meminjam beberapa perusahaan-perusahaan dengan imbalan 2,5 persen. Perusahaan itu pun tak melaksanakan kegiatan seperti yang dibuat dalam SPJ Dinas Kebudayaan.
"Salah satu kegiatannya itu pagelaran seni dengan anggaran Rp15 miliar. Modus manipulasi di antaranya mendatangkan beberapa pihak kemudian diberi seragam sebagai penari," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Patris Yusrian Jaya, beberapa waktu lalu.
"Selanjutnya foto-foto di panggung dan diberi judul seolah-olah foto ini setelah melaksanakan kegiatan tarian tertentu, Tapi tariannya tidak pernah ada. Dan ini kemudian dibuat pertanggungjawaban. Itu juga sudah dilengkapi dengan stempel-stempel palsu dari pengelola," tambahnya.
Kini, Iwan dan Fairza telah dinonaktifkan sementara dari jabatannya. Pemberhentian sementara bagi PNS karena menjadi tersangka tindak pidana juga ditetapkan dalam Pasal 40 Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 53 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
BACA JUGA:
Saat ini Iwan dan Fairza memang belum dipecat dengan tidak hormat. Pemecatan akan dilakukan jika keduanya terbukti bersalah di pengadilan dan dijatuhi hukuman pidana dengan ancaman hukuman minimal dua tahun penjara, sesuai PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.