Hidayat Nur Wahid Bicara Toleransi Setelah Kasus Paul Zhang, Dorong RUU Perlindungan Tokoh-Simbol Agama Disahkan
Hidayat Nur Wahid (Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mendorong disahkannya RUU Perlindungan Tokoh dan Simbol Agama untuk menjaga harmoni dan toleransi di kalangan umat beragama di Indonesia.

Menyusul, terulangnya kasus dugaan penistaan agama oleh Joseph Paul Zhang, WNI yang diduga berada di Jerman.

“Masalah ini harusnya diselesaikan secara komprehensif, dengan segera disahkannya UU yang khusus atau lex specialis. Karena persoalan ini terus berulang, dan sanksi pidana dalam KUHP terbukti tidak menciptakan efek jera," ujar Hidayat kepada wartawan, Senin, 19 April.

Diketahui, pria bernama Jozeph Paul Zhang mendadak menjadi bahan perbincangan setelah video yang diunggah di kanal Youtube-nya berjudul 'Puasa Lalim Islam' viral.

Ia pun menantang kepada sejumlah pihak yang bisa melaporkannya ke polisi atas dugaan penistaan agama akan mendapat uang Rp 1 juta. Di momen saat memberi tantangan itu, Jozeph juga mengaku sebagai Nabi ke-26.

"Bahkan, pelaku semakin berani dan  menantang aparat hukum dengan menyatakan silakan untuk melaporkan dirinya ke pihak Kepolisian, malah mengiming-imingi dengan hadiah,” sambungnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, Polri harus bisa membuktikan bahwa Polisi bisa menegakkan hukum secara adil dan tak tebang pilih dengan segera menangkap pelaku penistaan agama. Serta, menjatuhkan hukuman maksimal agar tak terulang kasus serupa. 

“Jangan sampai nanti ada pernyataan bahwa tersangka sakit jiwa, seperti kasus penistaan agama Islam dalam bentuk vandalisme atau kekerasan terhadap tokoh agama sebelumnya. Sebab kalau dia sakit jiwa, bagaimana mungkin dia bisa dengan mudah keluar masuk Indonesia, dan sekarang dikabarkan berada di Hongkong,” tegasnya. 

Dari sudut pandang hukum positif Indonesia, kata HNW, pelaku bisa tetap diusut meski berada di luar negeri. Merujukpada asas nasionalitas aktif sebagaimana diatur dalam pasal 5 KUHP bahwa hukum pidana Indonesia berlaku terhadap WNI dimana pun ia berada.

“Dan bila pun dia bukan WNI, KUHP kita juga bisa menjangkau dengan asas nasionalitas pasif di Pasal 4, dimana WNI atau WNA yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia dapat dipidana sepanjang perbuatan itu melanggar kepentingan Indonesia. Apalagi, ini jelas ingin mengadu domba antar umat beragama di Indonesia,“ paparnya. 

HNW menambahkan, dua asas tersebut juga diperkuat dengan Pasal 2 UU ITE yang menganut asas ekstrateritorial. Di mana UU ITE berlaku untuk setiap orang yang perbuatannya memiliki akibat hukum.

“Jadi, saya dukung pihak Bareskrim untuk segera menangkap pelaku penistaan agama dan simbol Agama yang menteror secara radikal kekhusyu’an umat Islam yang lagi beribadah di tengah bulan Ramadhan," katanya.

"Sekali lagi, DPR dan Pemerintah perlu menciptakan instrumen hukum yang lengkap dengan segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang sudah disepakati menjadi Program Legislasi Nasional 2021,” kata HNW menandaskan.