JAKARTA - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perkumpulan Putra-Putri Tempatan Bangka Belitung (PERPAT) mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada Komisi III DPR RI terkait dugaan mega korupsi tata niaga timah senilai Rp271 triliun.
Dalam surat bernomor 001/RDP/DPP-PERPAT.BABEL/I/2025, PERPAT menyoroti kerugian negara akibat kerusakan lingkungan dan meminta evaluasi ulang terhadap perhitungan kerugian yang digunakan dalam proses hukum.
Surat yang dikirimkan kepada Ketua DPR RI itu juga ditembuskan kepada Presiden RI Prabowo Subianto, Komnas HAM, Kemenko Polhukam, PT Timah Tbk, Kejaksaan Agung RI, dan sejumlah pihak terkait.
Dalam surat itu, PERPAT mengungkapkan keprihatinan atas penggunaan perhitungan ahli lingkungan yang dinilai tidak relevan dalam konteks kerugian keuangan negara.
Dalam kasus ini, ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo menyebutkan kerugian negara sebesar Rp271.069.740.060 akibat kerusakan lingkungan yang mencakup 170.363 hektar. Namun, PERPAT menilai bahwa Bambang tidak memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian keuangan negara.
“Bambang Hero Saharjo adalah ahli lingkungan, bukan ahli keuangan negara. Kerugian negara seharusnya dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau ahli yang relevan,” ujar Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung, Andi Kusuma, Selasa, 7 Januari.
Andi juga menyoroti pernyataan Bambang dalam persidangan yang dianggap tidak profesional dan menyebut perhitungan kerugian yang diajukan tidak memisahkan antara IUP milik PT Timah Tbk dan smelter swasta lainnya.
Menurut Andi, perhitungan yang dilakukan Kejaksaan Agung bersama Bambang Hero Saharjo menunjukkan deviasi besar. Berdasarkan data produksi timah selama 2015–2022, luas tambang yang diperlukan seharusnya hanya 9.720 hektar, bukan 170.363 hektar seperti yang diklaim sebelumnya.
“Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian yang signifikan dalam data yang diajukan. Perhitungan ini perlu diverifikasi ulang oleh para ahli tambang, geologi, dan pihak terkait lainnya,” tegas Andi.
Oleh karena itu, Andi mengatakan, pihaknya meminta Komisi III DPR menggelar RDP guna mengungkap fakta sebenarnya dalam kasus mega korupsi tata niaga timah. Komisi III DPR juga diharapkan mengundang Kejaksaan Agung RI, BPK, BPKP, dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk memberikan klarifikasi.
SEE ALSO:
PERPAT juga meminta Komisi III DPR memvalidasi hasil perhitungan kerugian negara yang disebutkan mengalami deviasi besar, serta menjamin tidak adanya kriminalisasi akibat kesalahan persepsi hukum yang diakibatkan oleh ketidaksesuaian perhitungan kerugian.
“RDP ini diharapkan menjadi langkah penting untuk mengungkap fakta sebenarnya dan menciptakan keadilan bersama sesuai dengan amanat undang-undang,” jelas Andi.