JAKARTA - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menyoroti berbagai tantangan berat industri penerbangan tanah air di tahun 2025. Menurutnya, perlu adanya keberpihakan pemerintah agar industri penerbangan menjadi tulang punggung konektivitas nasional.
Terutama, kata Huda, memberikan kelonggaran bea dan pajak untuk angkutan penerbangan perintis di berbagai pelosok tanah air.
“Pemerintah harus terus berkoordinasi dengan maskapai penerbangan nasional untuk memastikan manajemen keselamatan benar-benar diterapkan. Hal ini untuk meminimalkan berbagai potensi kecelakaan udara yang memicu banyak korban,” ujar Huda, Kamis, 2 Januari.
Selain itu, Huda mengatakan, perlu ada kajian serius untuk mengarustamakan transportasi udara guna memperlancar konektivitas Indonesia sebagai negara kepulauan.
"Satu-satunya jalan agar hal itu terwujud adalah dengan menciptakan ekosistem industri penerbangan yang terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat luas. Dan saat ini kita belum sampai pada titik itu,” kata Huda.
Sebagai informasi, dari hasil kajian Indonesia National Air Carrier Association (INACA) industri penerbangan Indonesia di tahun 2025 masih menghadapi berbagai tantangan berat. Diantaranya, masih tingginya biaya penerbangan karena naiknya kurs dolar Amerika, tingginya harga avtur dan suku cadang pesawat serta masih belum direvisinya aturan batas tarif atas dan bawah tiket pesawat.
Kemudian, bea masuk untuk impor suku cadang pesawat masih relatif tinggi, adanya backlog pesawat dan suku cadang serta turunnya daya beli masyarakat.
Huda mengatakan, kajian INACA merupakan fakta yang sehari-hari dihadapi oleh berbagai maskapai di tanah air. Situasi ini, kata dia, membuat ekosistem penerbangan di Indonesia belum menjadi industri ramah bagi para investor.
“Kondisi ini akhirnya berdampak pada belum dipilihnya jasa penerbangan sebagai opsi utama transportasi antar kota maupun antara pulau di Indonesia oleh masyarakat,” katanya.
BACA JUGA:
Padahal dari berbagai kajian, lanjutnya, ekosistem penerbangan yang kuat akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi seiring terpangkasnya waktu pergerakan individu maupun pengiriman barang ke berbagai wilayah Indonesia.
Saat ini, jelas Huda, kontribusi industri industri penerbangan nasional dan sektor-sektor terkait seperti pariwisata dan perdagangan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia cukup tinggi.
“Di tahun 2023 misalnya mencapai USD 62,6 miliar atau Rp 1.001,6 trilliun (kurs Rp 16.000), setara 4,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor ini juga menyerap sedikitnya 6 juta tenaga kerja,” katanya.