Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PAN Zainuddin Maliki, menilai tepat digabungnya riset dan teknologi ke Kemendikbud. Sebab menurutnya, sumber daya manusia yang memiliki tradisi riset kuat masih berada di perguruan tinggi. 

Demikian juga berbagai instrumen riset dan pengembangan teknologi, berada di lembaga-lembaga pendidikan tinggi. Sehingga Ristek dan Dikbud bisa bersinergi.

"Selama riset dan teknologi dipisahkan dari Kemendikbud, banyak persoalan dan masalah-masalah mendesak yang dihadapi oleh bangsa ini. Sebab tidak mendapatkan sentuhan riset sebagaimana mestinya," ujar Zainuddin, Kamis, 15 April.

Misalnya, lanjut Zainuddin, masalah COVID-19 yang tidak dapat dikendalikan dan berdampak stagnasi berbagai kehidupan bangsa. Akhirnya, kata dia, vaksin harus impor akibat lemahnya riset dibidang sains dan teknologi medik.

Menurut legislator Jawa Timur itu, Indonesia harus belajar soal modernisasi ristek dari perguruan-perguruan tinggi luar negeri. 

"Saya pernah mengunjungi Southampton University di Inggris sebulan pasca-tsunami Aceh Desember 2004. Kedatangan kami disuguhi foto-foto hasil riset tentang karakteristik tanah di bawah laut pasca-tsunami di Aceh. Saya sempat dibuat inferior karena Perguruan Tinggi kita sendiri belum satupun waktu itu yang melakukan hal serupa," bebernya. 

Menyadari pentingnya mengatasi problem pasca-tsunami, kata dia, sepuluh tahun pasca bencana tsunami Aceh, BNPB di bawah kepemimpinan Jendral (Purn) Syamsul Ma'arif memberi fasilitas riset terkait tsunami kepada sejumlah perguruan tinggi.

Oleh karena itu, Zainuddin berharap dikembalikannya riset dan teknologi ke Kemendikbud bisa membangkitkan kembali aktivitas riset dan pengembangan teknologi. 

"Hanya saja berhasil tidaknya masih sangat tergantung kepada faktor kepemimpinan. Dibutuhkan yang memang memiliki tradisi, pengalaman dan wawasan kuat di bidang pengembangan ristek," tandasnya.