JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid pertama menyampaikan laporan kinerja periode 2019-2024. Pimpinan disebut belum bisa menjadi teladan bagi para pegawai.
"Dalam penilaian Dewan Pengawas, Pimpinan KPK belum dapat memberikan teladan khususnya mengenai integritas," kata Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris dalam konferensi di gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis, 12 Desember.
"Ini terbukti dari tiga Pimpinan KPK yang kena etik dan anda semua sudah tahu siapa saja," sambungnya.
Adapun tiga pimpinan yang dimaksud adalah Firli Bahuri yang kemudian mengundurkan diri sebagai Ketua KPK. Dia diputus melanggar etik berat pada 27 Desember 2023 karena bertemu dengan eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo yang kasusnya ditangani komisi antirasuah.
Dewas KPK menangani kasus ini setelah beredar foto pertemuan Firli dan SYL di GOR badminton kawasan Mangga Besar pada 2 Maret 2022.
Selanjutnya, Dewas KPK juga pernah memutus Lili Pintauli Siregar melanggar etik sebelum dia mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK.
Pada Agustus 2021, Dewas KPK memutus Lili melanggar etik dan pedoman perilaku karena berkomunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial yang merupakan tersangka kasus suap lelang jabatan.
Selain itu, Lili sebenarnya akan dijatuhi vonis oleh Dewan Pengawas KPK karena dugaan menerima fasilitas tiket dan penginapan dari PT Pertamina (Persero) untuk menonton MotoGP di Mandalika pada 2022. Tapi, dia kemudian mengundurkan diri sehingga keputusan akhir tak bisa diketuk dan dugaan pelanggaran etik itu dinyatakan gugur.
BACA JUGA:
Terakhir, Dewan Pengawas KPK juga memutus Nurul Ghufron melanggar etik pada 6 September 2024. Dia dinyatakan menyalahgunakan kewenangannya untuk membantu mutasi menantu koleganya yang bekerja di Kementerian Pertanian (Kementan).
Ghufron ketika itu berdalih yang dilakukannya tersebut sebagai bentuk kemanusiaan. Dalam prosesnya, dia melaporkan Dewan Pengawas KPK ke Bareskrim.
Lalu, Ghufron juga menggugat Peraturan Dewan Pengawas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kembali ke Syamsuddin, dia bilang Pimpinan KPK juga belum menunjukkan konsistensinya menegakkan kolegialitas dan sinergitas. "Hal ini bisa kita lihat misalnya muncul secara publik, misalnya statement pimpinan A kok bisa berbeda dengan pimpinan B tentang kasus yang sama. Kami di Dewas KPK sangat menyesalinya," tegasnya.
Tak sampai di sana, Dewas KPK juga menyoroti keberanian Pimpinan KPK. Syamsuddin harap pimpinan ke depan punya nyali lebih besar.
"Apakah pimpinan itu ada atau memiliki nyali, mungkin ada, tapi masih kecil. Ke depan dibutuhkan pimpinan yang memiliki nyali besar dalam pemberantasan korupsi," pungkasnya.