YOGYAKARTA - Salah satu alasan munculnya Politik Etis (Etische Politiek) atau politik balas budi adalah adanya kritik terhadap perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang membuat nasib rakyat di wilayah jajahannya menderita. Politik Etis atau politik balas budi dipelopori oleh Pieter Brooshooft yang merupakan seorang wartawan sekaligus sastrawan asal Belanda, dan Conrad Theodore van Deventer yang dikenal sebagai seorang ahli hukum asal Belanda.
Kebijakan dan Program Politik Etis
Politik Etis merupakan sebuah kebijakan yang pernah diterapkan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia (saat itu Hindia Belanda) pada tahun 1901 yang berisi program-program sebagai kewajiban moral menyejahterakan para penduduk wilayah jajahan.
Program-program pada masa pemberlakuan Politik Etis atau politik balas budi juga dikenal dengan istilah Trias van Deventer yang terdiri dari edukasi, irigasi, dan transmigrasi.
Latar Belakang Politik Etis
Sistem tanam paksa atau cultuurstelsel menjadi salah satu kebijakan pemerintah kolonial Belanda yang menjadikan rakyat Indonesia sangat sengsara. Pada tahun 1830, aturan ini mulai diterapkan oleh gubernur jenderal Johannes Van Den Bosch. Penindasan serta penekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial saat itu membuat rakyat mengalami kerugian baik dalam segi materi ataupun tenaga.
Tanam paksa yang diterapkan tidak hanya mengharuskan rakyat menanam komoditas ekspor yang berharga bagi pemerintah kolonial. Salah satu aturan tanam paksa yaitu mewajibkan setiap desa untuk menyisihkan sekitar 20 persen tanahnya untuk dikuasai dan ditanami tanaman komoditas ekspor. Sedangkan masyarakat yang tidak mempunyai kebun harus bekerja di kebun milik pemerintah dengan gaji kecil dan kondisi yang berat.
Sistem tanam paksa tersebut, mengakibatkan kualitas dan hasil tanaman pangan juga berkurang dan memunculkan masalah baru yaitu kelaparan. Hal tersebut terjadi karena petani tidak sempat mengurusi sawah dan ladang karena harus mengurus tanaman perkebunan yang diwajibkan oleh pemerintah kolonial. Kondisi kekurangan pangan juga memunculkan wabah penyakit yang mulai merajalela. Di Cirebon dan Grobogan, jumlah kematian meningkat sehingga jumlah penduduk menurun drastis.
Sistem tanam paksa juga menghadirkan sistem premi atau cultuur procenten yakni pemberian untung kepada penguasa pribumi dan bupati atau kepala daerah yang produksinya melebihi target. Hal ini menyebabkan adanya pemerasan tenaga rakyat agar bisa mendapatkan premi sebesar-besarnya. Pieter Brooshooft yang pada saat itu menjalani kegiatan mengelilingi wilayah Jawa pada tahun 1887 ikut mengabadaikan kesengsaraan yang dialami oleh rakyat pribumi Hindia Belanda dalam bentuk dokumentasi.
BACA JUGA:
Kondisi ini ternyata menggugah hati nurani dan memunculkan berbagai kecaman dari warga Belanda sebab menganggap kebijakan ini tidak berkemanusiaan. Van Deventer selanjutnya menceritakan dalam majalah De Gids dengan judul Eeu Ereschuld atau Hutang Budi tentang bagaimana perjuangan dari rakyat Indonesia yang hasilnya justru dijarah oleh rakyat Belanda. Gagasan Van Deventer kemudian menerima dukungan Ratu Wilhelmina yang juga disebutkan di dalam pidatonya pada tahun 1901, yang selanjutnya dibuktikan dengan adanya kebijakan baru.
Demikianlah ulasan mengenai politik etis, pengertian, dan kebijakan-kebijakannya. Semoga informasi ini bermanfaat. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.