Bagikan:

YOGYAKAKARTA – Abu Mohammad al-Julani berhasil menggulingkan Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Minggu, 8 November 2024. Serangan cepat yang dilakukan kelompok oposisi bersenjata yang dikomandoi al-Julani, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Damaskus berhasil meruntuhkan dinasti Assad yang telah berkuasa di Suriah selama lima dekade. Seiring dengan kejatuhan Assad, profil Abu Mohammad al-Julani menyita perhatian publik.

Keberhasilan al-Julani menggulingkan Assad disambut takbir di dalam masjid. Warga di Damaskus dan kota-kota lainnya bersukacita atas kemenangan kelompok oposisi terhadap Pemerintah Suriah di bawah Assad.

Profil Abu Mohammad Al Julani

Profil Abu Mohammad al-Julani merupakan pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok milisi yang telah menjadi opsisi bersenjata paling kuat di Suriah yag menentang rezim Assad, terutama sejak perang sipil berkecamuk di Suriah pada 2011.

Al-Julani lahir di Riyadh, Arab Saudi pada 1982. Ia memiliki asli Ahmed Husesin Al Sharaa. Ayahnya, merupakan seorang insinyur yang bekerja di perusahaan minyak di Arab Saudi. Keluarganya kembali ke Suriah pada 1989 dan menetap dekat ibu kota Damaskus.

Pada 2003, al-Julani hijrah ke Irak dan bergabung dengan Al Qaeda, kelompok milisi Islam yang didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat (AS).

Al-Julani pernah ditangkap oleh pasukan AS di Irak pada 2006 dan dipenjara selama lima tahun. Di saat yang sama, Al Qaeda mengambil alih faksi-faksi beraliran sama dan membentuk Negara Islam Irak, yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi.

Setelah al-Julani bebas, al-Baghdadi mengirimnya ke Suriah pada 2011 saat terjadi pemberontakan melawan Presiden Bashr al-Assad. Abu Mohammad al-Julani diminta untuk membangun basis baru Al Qaeda, yakni Front al-Nusra. Kelompok tersebut kemudian mendapat label ‘teroris’ dari Amerika Serikat.

Melalui kelompok tersebut, al-Julani berhasil membangun jaringan milisi dan mengembangkan pengaruhnya di wilayah-wilayah penting, khsuusnya di Idlib.

Ketika situasi perang saudara di Suriah semakin memanas pada 2013, al-Julani menolak perintah al-Baghdadi untuk membubarkan Front Nusra dan meleburkannya dengan ISIS.

Pada tahun 2014, untuk pertama kalinya al-Julani tampil di hadapan publik. Ketika diwawancarai al Jazeera, ia menyatakan bahwa Suriah harus diperintah berdasarkan interpretasi kelompoknya tentang “hukum Islam”, dan minoritas di negara itu seperti orang Kristen dan Alawi tidak akan diakomodasi.

Pada tahun-tahun berikutnya, al-Julani memutuskan untuk menjauhkan diri dari proyek Al Qaeda yang ingin membangun “Kekhalifahan Global” di semua negara berpenduduk mayoritas Muslim. Ia lebih memilih memperkuat posisi politiknya di Suriah dan menarik simpati internasional.

Untuk memperkuat kedudukannya di Suriah, al-Julani kemudian memisahkan diri dari Al Qaeda dan mengubah Front al-Nusra menjadi Hayat Tahrir al-Sham.

Berikutnya, al-Julani merestrukturisasi citra HTS dan membuatnya tampak lebih moderat. Tak hanya itu, ia juga berusaha menciptakan citra bahwa Hayat Tahrir al-Sham tidak berpotensi membahayakan kelompok minoritas, dengan harapan mendapatkan dukungan yang lebih luas dan stabil di dalam masyarakat Suriah.

Al-Julani menegaskan bahwa tujuan utama HTS adalah menjatuhkan rezim  Bashr al-Assad yang memimpin Suriah sejak tahun 2000. Menurut klaim al-Julani, HTS berupaya mengeluaarkan Suriah dari tirani Assad sekaligus menciptakan tatanan baru yang lebih inklusif.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengalihkan perhatian dari label ‘teroris’ yang menempel pada kelompok milisi yang dipimpin al-Julani.

Pada 2021, Abu Mohamamd al-Julani diwawancarai jurnalis Barat. Dia menegaskan bahwa kelompoknya bikan ancaman bagi Barat dan menyebut sanksi terhadap Suriah tidak adil.

Demikian informasi tentang profil Abu Mohamamd al-Julani. Dapatkan update berita pilihan lainnya hanya di VOI.ID.