JAKARTA - Tim kuasa hukum Tom Lembong menilai penetapan kliennya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015–2016 oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), tidak memenuhi unsur hak asasi manusia (HAM).
“Kami sangat meyakini ada tindakan-tindakan dari Kejaksaan Agung yang tidak melindungi hak asasi manusia dari Pak Tom Lembong sendiri, di antaranya adalah menunjuk atau memilih sendiri penasihat hukum sesuai dengan aturan dalam KUHAP," kata kuasa hukum Tom Lembong, Zaid Mushafi, di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat 6 Desember, disitat Antara.
Ia mengatakan, warga negara yang berhadapan dengan hukum memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum dan hak untuk memilih penasihat hukum. Akan tetapi, Kejagung tidak memenuhi dua hak tersebut kepada Tom Lembong.
Ia menjelaskan, kliennya menjalani pemeriksaan terakhir sebagai saksi pada 29 Oktober 2024 dan pemeriksaan itu berakhir pada pukul 16.00 WIB. Namun, kata dia, hingga pukul 19.00 WIB, Tom tidak mendapatkan penjelasan dan hanya dibiarkan menunggu di dalam ruang pemeriksaan.
Lalu, setelah pukul 19.00 WIB, Tom diinformasikan bahwa telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan serta diberikan pengacara dari advokat dari Kejagung.
"Padahal, Pak Tom ini orang yang mampu untuk menunjuk penasihat hukum. Kenapa hak itu tidak diberikan? Kalau memang proses ini berjalan dengan baik dan benar sesuai prosedur," ucapnya.
Zaid juga menambahkan bahwa anggota keluarga Tom Lembong tidak diberikan pemberitahuan mengenai penetapan Tom sebagai tersangka.
"Kami pun mengkonfirmasi kepada Bu Siska selaku istri dan kepada pihak keluarga bahwa ternyata surat penetapan tersangka dan surat penahanan tersebut tidak diberikan kepada pihak keluarga pada saat proses penetapan tersangka dan pada saat proses penahanan. Ini ada apa? Padahal keluarga berhak tahu. Ternyata keluarga baru tahu itu dari media. Tidak ada surat pemberitahuan itu secara resmi," tuturnya.
Oleh karena itu, pihak keluarga dan tim hukum Tom Lembong mengadukan keluhan ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan harapan lembaga tersebut bisa menyelidiki lebih dalam terkait proses penegakan hukum terhadap Tom.
"Kiranya nanti setelah ada Komnas HAM bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan dan ditemui hasil, nah itu hasil yang sangat kita tunggu," ujarnya.
BACA JUGA:
Adapun terhadap laporan yang diajukan tersebut, Komnas HAM menyatakan telah menerimanya dan akan mempelajarinya terlebih dahulu.
"Kami tentu harus mempelajari kasus ini karena baru mendapat permohonan audiensi dua hari yang lalu," kata anggota Komnas HAM Bidang Pengaduan Hari Kurniawan.
Sesuai dengan ketentuan yang ada, kata Hari, layanan pengaduan di Komnas HAM akan ditangani selama 7 hari kerja.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut, yaitu Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan periode 2015–2016 dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
Dalam keterangannya, Kejagung menuturkan bahwa kasus ini bermula ketika Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada saat itu memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Padahal, dalam rapat koordinasi (rakor) antar-kementerian pada tanggal 12 Mei 2015 disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami surplus gula sehingga tidak memerlukan impor gula.