JAKARTA - Presiden Georgia Salome Zourabichvili meminta negara-negara Eropa untuk membantu negaranya menghadapi upaya Rusia memaksakan kendali atas negaranya.
Presiden Salome Zourabichvili berbicara setelah malam keempat bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi setelah partai Georgian Dream yang berkuasa mengumumkan pekan lalu mereka menunda perundingan untuk bergabung dengan Uni Eropa.
“Kami ingin nasib kami di Eropa dikembalikan kepada kami,” kata Zourabichvili dilansir Reuters, Senin, 2 Desember.
“Ini adalah pemberontakan seluruh negara,” imbuhnya.
Zourabichvili, yang kekuasaannya sebagian besar bersifat seremonial, mengatakan Rusia, yang sudah berperang di Ukraina, sedang melakukan “strategi hibrida” melawan Georgia dan negara-negara lain seperti Moldova, NATO, dan anggota Uni Eropa, Rumania.
“Ada kebutuhan yang sangat kuat akan dukungan moral dan politik yang jelas dari Eropa,” kata presiden berusia 72 tahun itu.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov membantah Rusia ikut campur dalam situasi di Georgia, yang ia bandingkan dengan revolusi "Maidan" tahun 2014 di Ukraina yang menggulingkan presiden pro-Rusia.
Mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan pada Minggu Georgia “bergerak cepat di sepanjang jalur Ukraina, menuju jurang yang gelap”, dan memperkirakan hal itu akan berakhir “sangat buruk”.
BACA JUGA:
Amerika Serikat dan UE telah menyuarakan kekhawatiran atas apa yang mereka lihat sebagai kemunduran demokrasi yang dilakukan Georgia, negara Kaukasus Selatan berpenduduk 3,7 juta jiwa yang terletak di persimpangan Eropa dan Asia dan pernah menjadi bagian dari Uni Soviet.
Pemerintah, yang pada awal tahun ini mengesahkan undang-undang yang melarang “agen asing” dan membatasi hak-hak LGBT, mengatakan mereka bertindak untuk melindungi Georgia dari campur tangan pihak luar dan mencegah negara tersebut terseret, seperti Ukraina, ke dalam perang dengan Rusia.
Perdana Menteri Irakli Kobakhidze menuduh oposisi melakukan "kekerasan terkoordinasi" yang bertujuan menggulingkan tatanan konstitusional.