JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah tuduhan plagiat yang ditujukan kepada dua ahli hukum pidana, yakni Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang gugatan praperadilan terhadap tersangka Tom Lembong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa tuduhan tersebut merupakan pemahaman yang keliru terhadap proses hukum dan peran pendapat ahli dalam persidangan.
“Tuduhan plagiat ini adalah kesalahan dalam memahami fungsi pendapat ahli yang diajukan di persidangan,” kata Harli dalam keterangannya, Selasa, 26 November.
Harli menjelaskan bahwa pendapat tertulis yang diajukan oleh kedua ahli tersebut hanya berfungsi sebagai pointer, bukan bukti tertulis. Pendapat tersebut disusun untuk merangkum poin-poin penting yang dapat membantu efisiensi persidangan, sesuai dengan arahan hakim.
Tuduhan yang dilontarkan oleh kuasa hukum Tom Lembong berfokus pada adanya kesamaan poin-poin dalam pendapat tertulis tersebut. Namun, Harli menekankan bahwa terdapat perbedaan jumlah halaman dan pokok bahasan antara pendapat Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman.
Pendapat tertulis Prof. Hibnu Nugroho terdiri dari lima halaman dengan sembilan pokok permasalahan, sementara pendapat Taufik Rahman mencakup tujuh halaman dengan 18 pokok bahasan.
“Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesamaan dalam beberapa aspek hukum, substansi pendapatnya tetap berbeda,” ujar Harli.
Lebih lanjut, Harli menegaskan bahwa nilai hukum dari keterangan ahli terletak pada penyampaian langsung di persidangan, bukan pada pendapat tertulis. Pendapat ahli yang disampaikan di persidangan untuk menjawab pertanyaan terkait objek gugatan praperadilan akan lebih menjadi acuan dalam proses hukum.
BACA JUGA:
Kejagung juga menegaskan komitmennya untuk menjalankan tugas dengan profesionalisme dan mengedepankan asas keadilan dalam setiap proses hukum yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Tom Lembong mengkritik pendapat tertulis yang disampaikan oleh Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, yang dianggap mirip hingga mencurigakan adanya praktik penjiplakan. Mereka bahkan melaporkan kedua ahli tersebut atas dugaan tindak pidana sumpah palsu dan memberikan keterangan palsu dalam sidang praperadilan.