Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Israel dikabarkan akan menyetujui rencana gencatan senjata dengan kelompok militan Lebanon Hizbullah, dengan seorang pejabat menyebut tidak ada pilihan lain selain menerimanya dengan pertimbangan khawatir akan dihukum Amerika Serikat.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu akan mengadakan pertemuan kabinet keamanan tingkat tinggi di Tel Aviv pada Selasa malam, guna menyetujui gencatan senjata 60 hari dengan kelompok Hizbullah setelah lebih dari setahun perang, kata seorang pejabat Israel kepada The Times of Israel, seperti dikutip 26 November.

Pada saat yang sama, pejabat tersebut menekankan Israel menerima penghentian permusuhan, tapi bukan akhir perang terhadap Hizbullah.

"Kami tidak tahu berapa lama itu akan berlangsung," kata pejabat itu tentang gencatan senjata, dikutip dari The Times of Israel 26 November.

"Bisa sebulan, bisa setahun," lanjutnya.

Kebebasan Israel untuk bertindak di Lebanon setelah gencatan senjata dijamin oleh surat antara Israel dan AS, kata pejabat itu.

Militer Israel (IDF) akan dapat beroperasi tidak hanya melawan mereka yang mencoba menyerang Israel, tetapi juga terhadap upaya Hizbullah untuk membangun kekuatan militernya.

"Kami akan bertindak," janji pejabat itu.

Dijelaskan olehnya, Israel memutuskan tidak punya pilihan selain menerima gencatan senjata, karena takut pemerintahan Presiden AS Joe Biden dapat menghukum Israel dengan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam minggu-minggu terakhirnya

Israel juga kekurangan kemampuan yang dibutuhkannya dari AS, termasuk 134 buldoser D9, kata pejabat itu.

Sementara itu, seorang pejabat Lebanon mengatakan, Beirut telah diberi tahu oleh Washington bahwa kesepakatan dapat diumumkan "dalam beberapa jam."

Pejabat Israel sebelumnya mengatakan, kesepakatan untuk mengakhiri perang semakin dekat, meskipun beberapa masalah masih ada, sementara dua pejabat senior Lebanon menyuarakan optimisme yang hati-hati, bahkan ketika serangan Israel menghantam Lebanon.

Meskipun ada gerakan untuk menghentikan pertempuran, baik Israel maupun Hizbullah terus saling tembak pada hari Senin.

Komando Front Dalam Negeri IDF mengeluarkan pembatasan baru di beberapa wilayah di Israel utara pada Senin malam, mengingat kekhawatiran bahwa Hizbullah akan meningkatkan serangan roket sebelum gencatan senjata mulai berlaku.

Jika upaya untuk mencapai gencatan senjata gagal, kata Channel 12, IDF memiliki rencana untuk memperluas operasinya di Lebanon.

Sebelumnya pada Hari Senin, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir meminta Netanyahu untuk menolak usulan gencatan senjata, dengan menyebutnya sebagai "kesalahan besar," meskipun, tidak seperti di masa lalu, ia tidak mengancam akan menjatuhkan pemerintah jika disetujui.

Dalam sebuah posting di X, pemimpin partai ultranasionalis Otzma Yehudit memperingatkan, menerima kesepakatan gencatan senjata berarti kehilangan kesempatan "bersejarah" untuk menghancurkan kelompok teroris yang didukung Iran.

Ia mendesak Netanyahu untuk "mendengarkan para komandan yang bertempur di lapangan tepatnya sekarang, ketika Hizbullah dikalahkan dan mendambakan gencatan senjata, dilarang untuk berhenti."

Ben Gvir sendiri secara tegas menentang kesepakatan apa pun yang akan menghentikan pertempuran, bahkan untuk sementara, baik di Gaza maupun Lebanon, dan telah mengancam lebih dari sekali untuk menarik partainya dari koalisi jika Israel menandatangani perjanjian gencatan senjata.

Gencatan senjata pada akhirnya akan disetujui, kata pejabat Israel yang berbicara kepada The Times of Israel: "Ada menteri yang berbicara kepada basis mereka, dan kami mempertimbangkannya. Namun Ben Gvir memahami pentingnya hal itu. Itu demi kepentingan Israel."

Pejabat itu juga berpendapat, gencatan senjata akan membantu mencapai akhir yang sukses dari perang di Gaza melawan Hamas.

"Yang diinginkan Hamas adalah dukungan dari Hizbullah dan pihak lain. Begitu Anda memutus hubungan, Anda memiliki kemampuan untuk mencapai kesepakatan. Itu adalah pencapaian strategis," kata pejabat itu.

"Hamas sendirian," tandasnya.