JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan sikap Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan Sahbirin Noor atau Paman Birin.
Majelis hakim dinilai tidak mempertimbangkan kekhususan atau lex specialis UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.
"Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK adalah lex specialis atau khusus, ya, sehingga sepatutnya hakim mempertimbangkan kewenenangan lex specialis yang dimiliki KPK," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 12 November.
Tessa kemudian menjelaskan penetapan tersangka Paman Birin dilakukan lembaganya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT). Ada dua alat bukti yang mendasari upaya tersebut.
Meski begitu, KPK tetap menghormati putusan hakim. Tessa bilang lembaganya menunggu salinan putusan untuk kemudian dipelajari.
"KPK tetap menghormati putusan hakim praperadilan yang sudah ditetapkan dan kami akan segera mempelajari risalah putusan tersebut untuk dipertimbangkan apa langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil," tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menerima gugatan praperadilan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin. Status tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disandangnya berarti gugur.
"Mengadili: dalam pokok perkara menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Afrizal Hady saat membacakan putusan pada Selasa, 12 November.
Hakim berpendapat penetapan Paman Birin sebagai tersangka dugaan suap oleh KPK selaku termohon disebut tidak sah dan tidak mengikat. Sebab, dia tidak ikut ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT).
Selain itu, penyidik KPK belum memeriksa Paman Birin. Hal tersebut diketahui dari ketiadaan bukti yang dibawa Biro Hukum KPK.
"Pemeriksaan sebagai calon tersangka tidak dilakukan oleh termohon (KPK, red)," tegas hakim.
BACA JUGA:
Adapun Paman Birin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama empat orang lainnya. Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel Yulianti Erlynah (YUL), Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang atau fee Ahmad (AMD) dan Plt. Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB).
Sedangkan sebagai tersangka pemberi, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND) selaku pihak swasta. Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu, 6 Oktober.
Pemberian ini dilakukan setelah Sugeng dan Andi mendapatkan tiga proyek di Kalsel. Rinciannya:
1. Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM (Wismani Kharya Mandiri) dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar;
2. Pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT HIU (Haryadi Indo Utama) dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar;
3. Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV BBB (Bangun Banua Bersama) dengan nilai pekerjaan Rp9 miliar.