JAKARTA - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Afrizal Hady menyebut Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin tidak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan belum pernah diperiksa. Karenanya, praperadilan yang diajukannya melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabulkan sebagian.
"Pemeriksaan sebagai calon tersangka tidak dilakukan oleh termohon (KPK, red)," kata hakim saat membacakan pertimbangan dalam sidang putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa, 12 November.
Hakim menilai Paman Birin tidak terjerat dalam OTT yang dilaksanakan pada awal Oktober. Sehingga, penetapan tersangka harusnya dimulai dengan pemeriksaan.
Hakim juga menepis dalil KPK terkait Paman Birin yang harusnya tidak bisa mengajukan praperadilan karena keberadaannya tidak diketahui.
Hakim menilai kesimpulan penyidik KPK yang mengatakan Paman Birin kabur atau tidak diketahui keberadaannya prematur. Sebab, tidak ada surat panggilan pemeriksaan maupun penetapan daftar pencarian orang (DPO) yang dikeluarkan.
“Berdasarkan dalil pemohon dan termohon beserta seluruh alat bukti ternyata tidak ada yang menunjukkan pihak termohon menerbitkan surat penetapan DPO,” ucap hakim.
“Tidak terdapat bukti pemanggilan dan upaya paksa dan menyampaikan pemanggilan secara langsung kepada pemohon untuk dipanggil,” sambungnya.
Atas pertimbangan itu, hakim mengabulkan sebagian permohonan praperadilan yang diajukan Paman Birin. "Menyatakan perbuatan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang," tegas hakim.
"Menyatakan tidak sah, tidak punya kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap pemohon. Menyatakan sprindik adalah tidak sah," ungkapnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Sahbirin Noor atau Paman Birin mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada 10 Oktober. Gubernur Kalimantan Selatan ini tak terima ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait proyek di Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam kasus ini, Paman Birin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama empat orang lainnya. Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel Yulianti Erlynah (YUL), Pengurus Rumah Tahfidz Darussalam sekaligus pengepul uang atau fee Ahmad (AMD) dan Plt. Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean (FEB).
Sedangkan sebagai tersangka pemberi, yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND) selaku pihak swasta. Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Minggu, 6 Oktober.
Pemberian ini dilakukan setelah Sugeng dan Andi mendapatkan tiga proyek di Kalsel. Rinciannya:
1. Pembangunan Lapangan Sepak Bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih PT WKM (Wismani Kharya Mandiri) dengan nilai pekerjaan Rp23 miliar;
2. Pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT HIU (Haryadi Indo Utama) dengan nilai pekerjaan Rp22 miliar;
3. Pembangunan Kolam Renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV BBB (Bangun Banua Bersama) dengan nilai pekerjaan Rp9 miliar.