BANDUNG - Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) membongkar praktik pengoplosan produk tepung terigu palsu yang dilakukan oleh seorang pelaku berinisial OS di wilayah Kabupaten Cianjur.
Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Jawa Barat AKBP Maruli Pardede menjelaskan modus operandi yang dilakukan pelaku adalah membeli tepung terigu berkualitas rendah, lalu dikemas kembali menggunakan karung tepung terigu merek terkenal yakni Segitiga Biru untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi.
“Kemudian pelaku mengganti karung dari terigu kualitas rendah tersebut dengan karung tepung terigu merek Segitiga Biru,” kata Maruly dilansir ANTARA, Rabu, 6 November.
Maruly menyampaikan pelaku memperoleh karung-karung kemasan bekas dari pemulung atau pengepul yang mengumpulkan karung dari berbagai tempat, seperti pabrik roti atau toko kue.
“Karung kosong ini dibeli pelaku dengan harga sekitar Rp3 ribu per lembar, sementara label barcode-nya dibeli seharga Rp7 ribu,” katanya.
Setelah mendapatkan karung bekas dan label, pelaku memindahkan tepung terigu berkualitas rendah ke dalam kemasan palsu Segitiga Biru. Dengan cara ini, pelaku dapat meraih keuntungan antara Rp30 ribu hingga Rp50 ribu per karung.
Pelaku diketahui telah menjalankan praktik ini selama tiga tahun dan mendistribusikan produk tersebut di wilayah Jawa Barat hingga ke perbatasan Jawa Tengah.
“Keuntungan yang sudah diperoleh dari pendataan dan pendalaman penyidik yang diperoleh pelaku dalam setahun beroperasi sebesar Rp5,6 miliar,” kata dia.
Menurut dia, Polda Jabar mencatat pelaku mampu memproduksi hingga 4.800 karung tepung terigu palsu per bulan dengan total produksi selama tiga tahun mencapai 4.320 ton.
Kepolisian masih melakukan penyelidikan lebih lanjut soal dugaan pelaku lainnya yang terlibat dalam kasus pengoplosan tepung terigu.
"Kalaupun memang menemukan kecurigaan, silakan bisa melaporkan hal tersebut ke kantor polisi terdekat. Kami dari penyidik masih secara maraton mencoba menelusuri dugaan-dugaan pelaku lain yang mungkin terlibat," ujarnya.
Atas perbuatannya pelaku dikenakan Pasal 100 ayat 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dengan ancaman pidana 5 Tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.