Bagikan:

JAKARTA - Usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan jalan kereta api (KA) Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017–2023, Kejaksaan Agung (Kejagung) langsung menahan mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahjono (PB).

“Terhadap PB akan dilakukan penahanan di rutan selama 20 hari ke depan dan akan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, ANTARA, Minggu, 3 November.

Penahanan itu, kata dia, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-52/F.2/Fd.2/11/2024 tanggal 03 November 2024.

Ia juga mengungkapkan tersangka Prasetyo masuk dalam daftar Tim Penyidik Jampidsus berdasarkan Surat Perintah Penyidikan pada Jampidsus Nomor: PRINT-55/F.2/fd.2/10/2023 tanggal 4 Oktober 2023.

“Jadi, penyidikan ini sudah satu tahun, di mana Saudara PB saat itu menjabat sebagai Dirjen Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan tahun 2016–2017 dan terakhir Saudara PB menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi, Lingkungan, dan Energi di Kementerian Perhubungan,” ucapnya.

Qohar menjelaskan keterlibatan tersangka Prasetyo dalam kasus ini adalah diduga melakukan pengaturan dalam proses konstruksi pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa yang menghubungkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh dengan anggaran sebesar Rp1,3 triliun yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, tersangka Prasetyo memerintahkan terdakwa Nur Setiawan Sidik (NSS) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk memecah pekerjaan konstruksi tersebut menjadi 11 paket dan meminta kepada NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender atau lelang.

Kemudian, Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, yakni terdakwa Rieki Meidi Yuwana (RMY), atas permintaan KPA, melakukan lelang konstruksi tanpa dilengkapi dokumen teknis pengadaan yang telah disetujui pejabat teknis dan metode penilaian kualifikasi pengadaan bertentangan dengan regulasi pengadaan barang dan jasa.

“Dalam pelaksanaan tersebut, diketahui pembangunan jalan KA Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan, tidak terdapat dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kementerian Perhubungan, serta KPA Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan konsultan pengawas dengan sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, sehingga jalur KA mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak dapat terpakai,” kata Qohar.

Dari pelaksanaan pembangunan, lanjut dia, Prasetyo mendapatkan fee dari terdakwa Akhmad Afif Setiawan (AAS) selaku PPK sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar.

Perbuatan tersangka menyebabkan jalur KA tidak bisa difungsikan, sehingga menyebabkan kerugian negara Rp1,1 triliun atau lebih tepatnya Rp1.157.087.853.322,00.

Atas perbuatannya, Prasetyo disangkakan dengan Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.