Bantu para Debitur di Tengah COVID-19, Bank-bank Mulai Jalankan Pelonggaran Cicilan
Gedung Bank Mandiri di kawasan Kebon Sirih, Jakarta. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah bank baik BUMN maupun swasta mulai melakukan pelonggaran cicilan kredit bagi para debiturnya. Hal ini seiring dengan upaya pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meredam dampak ekonomi dari penyebaran virus corona atau COVID-19.

Untuk diketahui, OJK telah memberlakukan Peraturan OJK (POJK) No.11/POJK.03/2020 tetang stimulus perekonomian nasional. Melalui aturan ini, bank dapat memberikan keringanan kepada debiturnya, termasuk untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit maupun pembiayaan dari bank, dengan nilai kredit di bawah Rp10 miliar.

Sektor-sektor yang terdampak dengan wabah COVID-19 ini antara lain, pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Berdasarkan isi POJK tersebut, restrukturisasi ini baru bisa diberikan setelah perusahaan atau UMKM tersebut terkena dampak COVID-19 secara langsung maupun tidak langsung.

Semenatara itu, jenis restrukturisasi yang bisa diberikan bank kepada debiturnya ini seperti penurunan suku bunga, perpanjangan tenor serta menurunkan nilai tunggakan pokok dan bunga. Selain itu bank juga bisa memberikan tambahan fasilitas pinjaman atau pembiayaan kepada debiturnya atau mengonversi pinjaman tersebut menjadi Penyertaan Modal Sementara.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan, pihaknya telah mencatat deretan bank yang telah berkomitmen untuk memberikan keringanan, baik BUMN maupun swasta.

Beberapa bank umum yang telah memberikan kebijakan tersebut antara lain bank BUKU IV seperti PT Bank Mandiri Tbk (Bank Mandiri), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Bank Mandiri dan BRI memberikan keringanan untuk melakukan penundaan pembayaran kewajiban kepada debiturnya yang terdampak pandemi ini.

BNI juga memberikan kebijakan relaksasi melalui restrukturisasi bagi debiturnya. Namun, pemberian keringanan ini nantinya akan disesuaikan dengan kondisi dan jenis usaha yang dijalankan oleh masing-masing nasabah.

Kemudian, PT Bank BTPN Tbk (BTPN) secara spesifik menyebutkan akan memberikan keringanan kredit kepada debiturnya dengan nilai plafon maksimal Rp 10 miliar yang merupakan pekerja informal, berpenghasilan harian dan usaha mikro dan kecil. Persyaratan lainnya adalah debitur ini tak memiliki tunggakan lebih dari 90 hari hingga 1 April dan diberikan hingga satu tahun ke depan.

Lalu, untuk PT Bank Pan Indonesia Tbk (Panin Bank) dan PT Bank Permata Tbk (Permata Bank) memberikan kebijakan untuk restrukturisasi kredit dalam bentuk perpanjangan jangka waktu kredit, penundaan pembayaran angsuran pokok hingga keringanan pembayaran bunga dengan kurun waktu dan persyaratan yang disesuaikan dengan kondisi perekonomian.

Salain itu, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Index Selindo dan PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) juga telah menyatakan komitmennya terkait hal yang sama.

"Bank Nobu, Bank Victoria, Bank Jasa Jakarta, Bank MAS, Bank Sahabat Sampoerna, IBK Bank dan Bank Capital. Bank Bukopin, Bank Mega, Bank Mayora, Bank UOB, Bank Fama, Bank Mayapada, Bank Mantap, Bank Resona Perdania, Bank BKE, Bank BRI Agro, Bank SBI Indonesia, Bank Artha Graha, Bank Commonwealth dan Bank HSBC," ucapnya, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Selasa, 31 Maret.

Kemudian, lanjut Sekar, ada Bank ICBC, Bank Oke, JP Morgan Chase Bank Cabang Jakarta, Bank MNC, KEB Hana Bank, Shinhan Bank, Standard Chartered, Bank of China, BNP Paribas, Bank Artos dan Bank Ina Perdana.

Menurut Sekar, ada juga beberapa bank lain seperti Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang juga memberikan keringanan kredit.

"Jangan percaya hoaks yang beredar. Hubungi call center bank atau perusahaan pembiayaan untuk keterangan lebih lanjut," ucapnya.

Sekadar informasi, jangka waktu restrukturisasi ini sangat bervariasi tergantung pada asesmen bank terhadap debiturnya dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

Bank Menanggung Risiko

Sementara itu, Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, terbitnya POJK akan sangat membantu dunia usaha dan sektor rill untuk bertahan di tengah tekanan wabah COVID-19.

Meski begitu, Paul mengingatkan, agar debitur memahami bahwa tidak semua permintaan kelonggaran kredit berupa restrukturisasi kredit dapat disetujui oleh bank.

"Artinya, bank akan selektif dalam menentukan restrukturisasi kredit itu dengan teliti. Itu semua untuk membantu pemulihan ekonomi selama dan pascadampak virus coroona ini," ujar Paul, saat dihubungi VOI, Rabu, 1 April.

Di sisi lain, Paul juga menjelaskan, bahwa tidak ada dampak negatif dari restrukturisasi kredit tersebut. Namun, bank akan menanggung potensi risiko berupa kenaikan non performing loan (NPL) bila restrukturisasi tersebut tidak dijalankan dengan baik oleh debitur.