Bagikan:

MATARAM - Permasalahan krisis air baku di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air (Tramena), yang terletak di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), berdampak terhadap sektor pariwisata dan perlu penanganan segera.

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) NTB Lalu Gita Ariadi mengatakan pemerintahan provinsi sudah membahas situasi itu secara intensif dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Utara.

"Berbagai saran, masukan, telah disampaikan. Bupati Lombok Utara menyatakan siap menuntaskan permasalahan krisis air di tiga gili," ujarnya di Mataram dilansir ANTARA, Selasa, 15 Oktober.

Pada 24 September, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mencabut izin lokasi perairan PT Tirta Cipta Nirwana lantaran aktivitas produksi air baku yang dilakukan oleh perusahaan itu terbukti membuang limbah ke laut.

Berdasarkan investigasi Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, limbah yang dibuang ke laut itu mencemari dan merusak terumbu karang yang berada di Gili Trawangan. Pencemaran laut itu menyebabkan kelimpahan ikan karang menurun 75 persen.

PT Tirta Cipta Nirwana melakukan proses pengeboran menggunakan metode pengeboran terarah atau horizontal directional drilling yang memakai bahan kimia, antara lain bentonit dan fitrol.

Terumbu karang yang semua masuk kategori cukup baik menjadi sangat buruk pada lokasi semburan limbah pengeboran tersebut. Ekosistem terumbu karang menjadi rusak dan menyebabkan karang mati dalam radius lebih dari 100 meter dari lokasi pusat semburan limbah.

Izin yang dicabut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebabkan PT Tirta Cipta Nirwana tidak lagi beroperasi yang membuat ketiga gili kesulitan air, kecuali Gili Air, karena mendapatkan suplai air dari daratan Lombok Utara yang disalurkan melalui pipa bawah laut.

Krisis air baku yang terjadi di Gili Tramena menyebabkan pihak hotel dan restoran harus mendatangkan air dari kapal dengan harga mencapai Rp4,5 juta untuk setiap tangki air berkapasitas 5.000 liter.