JAKARTA - Berbagai hal dilakukan untuk menekan penyebaran virus COVID-19, salah satunya dengan membuat ide-ide terkait kesterilan. Penggunaan disinfektan adalah salah satunya.
Pada disinfektan, terdapat beberapa kandungan, seperti klorin dan alkohol yang ampuh membunuh bakteri. Biasanya disemprotkan di permukaan-permukaan benda, seperti gagang pintu, meja, hingga permukaan jalan raya. Saat COVID-19, disinfektan menjadi andalan karena dianggap mampu mensteril berbagai area.
Namun, menurut jurnal yang dikeluarkan The Lancer Infectious Diseases, Senin 30 Maret, desinfeksi yang dilakukan pada permukaan benda dan tubuh manusia tidak jelas efetivitasnya dalam pengendalian penyakit dan perlu dihentikan. Praktik penyemprotan disinfektan dan alkohol yang tersebar luas lewat udara, di jalan, kendaraan, dan orang tidak memiliki nilai.
Lagipula, alkohol dan disinfektan dalam jumlah besar berpotensi berbahaya bagi manusia dan harus dihindari. Selain itu, WHO juga sudah memperingatkan agar tidak lagi menyemprot disinfektan langsung ke tubuh manusia.
Hal tersebut dikarenakan disinfektan tidak membunuh virus dan membahayakan jika terkena selaput lendir seperti mata dan mulut. Pun jika tetap ingin menggunakan disinfektan, harus sesuai dengan aturan penggunaannya.
#Indonesia, jgn menyemprot disinfektan langsung ke badan seseorang, karena hal ini bisa membahayakan. Gunakan disinfektan hanya pd permukaan benda-benda. Ayo #LawanCOVID19 dgn tepat! https://t.co/D7CuytPJPz pic.twitter.com/q9NEVGItkn
— WHO Indonesia (@WHOIndonesia) March 29, 2020
Para ahli kesehatan masyarakat di China juga berpendapat bahwa upaya desinfeksi massal memiliki efektivitas yang beragam di zona wabah. Penyemprotan disinfektan area-area permukaan yang biasa disentuh, seperti permukaaan di rumah sakit, sekolah, dan situs keagamaan, dapat membantu membunuh kuman. Namun, untuk udara atau di jalan-jalan, belum tentu efektif.
Bilik disinfektan
Meski demikian, berbagai inovasi "telanjur" dilakukan. Salah satu inovasi yang dilakukan adalah pembuatan bilik disinfektan.
Bilik disinfektan di Vietnam memiliki bahan khusus yang berbeda dari disinfektan untuk permukaan benda. Terdapat ion air garam yang telah dirancang dan diproduksi dengan sukses oleh Institute of Occupational Health and Environment, bekerja sama dengan Universitas Sains dan Teknologi Hanoi digunakan di area pemeriksaan medis.
Menurut informasi dari Kementerian Kesehatan Vietnam, untuk mencegah dan memerangi COVID-19, Institut bekerja sama dengan Universitas Teknologi Hanoi untuk merancang dan memproduksi ruang reduksi yang sukses.
Selain itu, sebuah perusahaan di Chongqing, China, juga membangun terowongan untuk menyemprot karyawan di sebuah kompleks industri dengan disinfektan sebelum mereka mulai bekerja. Terowongan itu dilengkapi dengan inframerah yang dapat mengaktifkan semprotan ketika seseorang masuk. Meski demikian, para ahli masih belum yakin apakah cara tersebut efektif dalam menumpas virus COVID-19.
Di beberapa daerah di Indonesia juga memiliki inovasi dalam penyemprotan disinfektan. Salah satunya adalah di Surabaya. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengenalkan alat disinfektan baru berupa bilik yang diberi nama 'Bilik Disinfektan Trisakti'.
BACA JUGA:
Alat disinfektan khusus juga dibuat di negara lain seperti Thailand, Turki, dan Korea Selatan. Namun alat disinfektan yang dibuat khusus uang. Uang sangat rentan terhadap virus dan bakteri karena digunakan sehari-hari dan tersalur dari satu orang ke orang lain. Oleh karena itu, penting jika melakukan pensterilan terhadap uang.
Memang segala hal harus dicoba untuk menekan angka penyebaran COVID-19. Namu perlu diingat, bahkan WHO memperjelas mengatakan bahwa tidak ada perawatan efektif yang diketahui untuk membasi COVID-19. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan bahan-bahan apa saja yang disemprotkan pada tubuh jangan sampai memiliki tujuan untuk menumpas virus justru malah menimbulkan masalah baru.
Selain itu WHO juga tidak merekomendasikan penggunaan obat antivirus, antibiotik, glukokortikoid, atau pengobatan tradisional China lainnya. Jangan menggunakan obat yang kemanjurannya saja masih belum diketahui. Uji klinis sangat diperlukan dalam konteks ini. Demikian juga, pengembangan vaksin merupakan prioritas kesehatan masyarakat yang mendesak.