JAKARTA - Keabsahan pelantikan kepala negara yang akan digelar pada tanggal 20 Oktober 2024 dipertanyakan. Pasalnya, belum ada gedung MPR/DPR sebagai tempat yang laik di IKN untuk digelarnya pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029. Apabila dipaksakan tentu akan menguras biaya yang tidak sedikit.
Praktisi hukum dari tim pembela demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selentinus mengatakan kemungkinan besar pelantikan kepala negara tetap akan dilakukan di kompleks parlemen Senayan.
"Kemungkinan besar pelantikan akan tetap dilakukan dan digelar di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Namun sah atau tidaknya pelantikan tersebut akan kembali diperdebatkan. Kenapa, karena IKN sudah ditetapkan oleh undang-undang dan disahkan sebagai Ibu Kota Negara akan tetapi pelantikan kepala negara tidak dilakukan di sana. Sementara kita tahu ibu kota negara merupakan bagian dari simbol negara," kata Praktisi hukum dari tim pembela demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selentinus, kepada VOI dalam acara diskusi publik Diskusi publik dengan tajuk "Mampukah Kejagung pertahankan kinerja berantas korupsi di era Presiden Prabowo Subianto?" di Jakarta, Jumat, 27 September.
BACA JUGA:
Petrus menambahkan persoalan ini jangan dinilai sepele, karena sangat mungkin masyarakat akan mempertanyakan keabsahan dari pelantikan presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Masyarakat sangat mungkin sekali mempertanyakan kenapa Prabowo Subianto mau dilantik di Jakarta yang saat ini jelas bukan berstatus sebagai Ibu Kota Negara Indonesia dan dikuatkan oleh undang-undang yang diresmikan oleh DPR RI," kata Petrus Selentinus.
Meski saat ini Jokowi belum mau menandatangani keputusan presiden terkait pemindahan ibu kota namun ditegaskan Petrus, IKN sudah dikuatkan dan disahkan sebagai ibu kota. Dia juga menambahkan persoalan ini akan menjadi drama besar paska pelantikan kepala negara.
"Kepres memang belum ada, tetapi IKN sudah disahkan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang disahkan DPR pada tanggal 15 Februari 2022. Artinya per tanggal 15 Februari 2024 Jakarta sudah tidak lagi sebagai Ibu Kota Negara. Dan undang-undang itu lebih kuat daripada Kepres," kata Petrus Selentinus.