Bagikan:

JAKARTA - Human Rights Watch mengeluarkan seruan mendesak untuk menghentikan penjualan senjata ke Israel, menyoroti serangan militer yang sedang berlangsung di Lebanon.

Organisasi hak asasi internasional tersebut menyoroti dampak parah serangan udara Israel, yang telah mengakibatkan tewasnya ratusan orang dan melukai ribuan orang sejak serangan dimulai pada Hari Senin.

Menurut pernyataan organisasi tersebut, kampanye militer Israel telah menjadi serangan "paling intens dan luas" di Lebanon hingga saat ini, dengan jumlah korban yang dilaporkan sebanyak 640 orang, termasuk wanita dan anak-anak, di samping 2.505 orang yang terluka dan sekitar 70.000 orang mengungsi, seperti dikutip dari WAFA 27 September.

Human Rights Watch mendesak sekutu utama Israel untuk menangguhkan bantuan militer dan penjualan senjata, dengan pertimbangan "bahaya nyata" pasokan ini digunakan untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.

Organisasi tersebut juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk segera memulai penyelidikan internasional atas peningkatan konflik baru-baru ini, menekankan perlunya negara-negara anggota PBB untuk mendukung penyelidikan ini dan memastikan penyelidik segera dikirim untuk mengumpulkan bukti dan memberikan rekomendasi mengenai pelanggaran hukum internasional dan akuntabilitas.

Israel dan kelompok militan Hizbullah di Lebanon telah terlibat ketegangan dan saling serang lintas batas seiring dengan pecahnya konflik Israel-Hamas di Gaza Oktober 2023 lalu.

Awal pekan ini, eskalasi meningkat dengan serangan udara Israel dibalas peluncuran rudal oleh Hizbullah yang menimbulkan kekhawatiran global.

Dikutip dari CNN, Amerika Serikat dan beberapa sekutunya menyerukan gencatan senjata selama 21 hari di perbatasan Israel-Lebanon untuk mencegah pecahnya perang regional dan mengganggu perundingan yang terhenti antara Israel dan Hamas.

Namun, Kantor PM Israel Benjamin Netanyahu menepis kemungkinan gencatan senjata, mengatakan perdana menteri memerintahkan militer bertempur dengan kekuatan penuh. Kantornya mengatakan PM Netanyahu belum menanggapi proposal tersebut.

Sementara, Kantor Penjabat PM Lebanon Najib Mikati menepis laporan media yang menyebutkan ia menandatangani kerangka gencatan senjata setelah bertemu dengan Menlu AS Antony Blinken dan penasihat senior Gedung Putih Amos Hochstein di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York.

Mikati mengklarifikasi, ia telah menyambut baik pernyataan AS mengenai proposal kerangka kerja tersebut, namun implementasinya harus melalui “komitmen Israel” terhadap resolusi-resolusi internasional.