Bagikan:

JAKARTA - Jumlah kematian di ruang gawat darurat rumah sakit menurun selama tujuh bulan pertama tahun ini, dengan jumlah pasien kasus ringan yang datang ke IGD juga berkurang, meski ada aksi mogok dokter magan yang berkepanjangan, kata kementerian kesehatan pada Hari Rabu.

Sebanyak 27.176 orang meninggal saat menerima perawatan di pusat perawatan darurat selama periode Januari-Juli, turun 3,4 persen dari 28.123 tahun sebelumnya, kata pejabat kementerian Jung Yoon-soon dalam jumpa pers.

Penurunan tersebut mengikuti penurunan jumlah pasien yang mengunjungi IGD rumah sakit tahun ini, saat mayoritas dokter magang melakukan aksi mogok menentang rencana pemerintah menaikkan kuota penerimaan sekolah kedokteran.

"Berkat kerja sama masyarakat, lebih sedikit pasien dengan kasus ringan yang mengunjungi ruang gawat darurat," kata Jung, melansir The Korea Times 10 September. 

Aksi mogok berkepanjangan menyebabkan rumah sakit di Negeri Ginseng mengurangi operasi, layanan rawat jalan, hingga layanan ruang gawat darurat.

Menurut data yang dirilis oleh anggota parlemen oposisi utama Partai Demokrat Korea Kim Yoon, jumlah pasien yang mengunjungi UGD rumah sakit turun 17 persen menjadi 3,43 juta dari Februari hingga Juli.

Terpisah, guna memastikan layanan darurat selama dan sekitar liburan Chuseok lima hari yang dimulai pada Sabtu pekan ini, pemerintah menetapkan 11-25 September sebagai periode khusus, membentuk satuan tugas darurat yang akan bertanggung jawab untuk mengelola situasi pusat medis darurat di negara itu.

Diketahui, Pemerintahan Presiden Yoon Suk-yeol berjanji untuk meningkatkan kuota penerimaan sekolah kedokteran sebanyak 2.000 kursi per tahun selama lima tahun ke depan atau lebih, untuk mengatasi kekurangan dokter dan telah menyelesaikan kenaikan sekitar 1.500 siswa untuk tahun depan.

Namun, para dokter menuntut pemerintah untuk membatalkan rencana kenaikan kuota untuk tahun depan dan 2026, mengadakan pembicaraan tentang kemungkinan penyesuaian kursi sekolah kedokteran untuk tahun 2027 dan setelahnya.

Mereka mengklaim, sekolah kedokteran tidak akan mampu menangani peningkatan pendaftaran, yang akan membahayakan kualitas pendidikan kedokteran dan pada akhirnya layanan medis negara.