Bagikan:

JAKARTA - Para dokter di Korea Selatan telah setuju mengakhiri aksi mogok yang mereka lakukan dalam dua pekan belakangan. Lonjakan kasus di Negeri Ginseng jadi pemicu solidaritas itu.

Suasana belum membaik bagi para dokter di Korea Selatan. Mereka masih dihadapkan pada pertumbuhan kasus ketika pemerintah mengumumkan rencana reformasi medis.

Menurut proposal pemerintah, reformasi medis akan meliputi peningkatan jumlah dokter, membangun sekolah kedokteran umum, mengizinkan asuransi negara untuk menanggung lebih banyak pengobatan oriental, hingga memperluas layanan kesehatan berbasis teknologi informasi. Poin terakhir paling disoroti karena memungkinkan pasien berkonsultasi dengan dokter tanpa bertemu langsung (telemedicine).

Pemerintah mengatakan inisiatif itu akan membantu menangani krisis kesehatan, terutama terkait sebaran virus corona dengan lebih baik. Sebaliknya. Para dokter justru berpendapat proposal itu akan memperdalam konsentrasi dokter di kota-kota. Hal itu akan berimplikasi pada berkurangnya peningkatan kualitas infrastruktur dan kondisi kerja para dokter di wilayah terpencil dan pedesaan. 

Kompromi dramatis

"Kompromi dramatis," begitu Perdana Menteri Chung Sye-kyun menyebut kesepakatan yang akhirnya didapat antara Asosiasi Medis Korea dan pemerintah. Para dokter setuju mengakhiri aksi mogok seiring lonjakan kasus di negeri itu.

Pada Jumat, 4 September, Korea Selatan melaporkan 198 kasus baru virus corona, meningkatkan total menjadi 20.842 dengan 331 kematian. "Saya berharap mereka akan menandatangani kesepakatan hari ini dan para dokter akan segera kembali ke tempat mereka," kata Chung, dalam pertemuan.

Seorang juru bicara Asosiasi Medis Korea berharap hal yang sama agar penandatanganan kesepakatan dapat diwujudkan. Menurut dia, Kementerian Kesehatan telah setuju menghentiikan dukungan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa kedokteran dan membuka sekolah baru.

Kementerian Kesehatan juga akan meninjau kembali masalah dengan industri setelah wabah virus corona telah stabil, kantor berita Yonhap melaporkan, dengan mengutip pejabat partai yang tidak disebutkan namanya. Selain itu, Kementerian juga telah mengeluarkan perintah kembali bekerja untuk para dokter dan mengajukan pengaduan kepada polisi terhadap beberapa pemimpin.

Menurut kementerian, pemogokan itu telah menyebabkan gangguan di klinik dan memperburuk masalah kekurangan tempat tidur, bahkan saat negara berjuang menghadapi kebangkitan kasus COVID-19. 

Sebelumnya, sekitar 16 ribu dokter magang telah mogok sejak 21 Agustus. Dokter peserta pelatihan adalah tulang punggung layanan perawatan kesehatan di ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif, dan menjadi sukarelawan di pos pengujian sementara.