Petugas Gagalkan Penjualan Awetan Harimau dan 2 Gading Gajah di Jambi, Totalnya Mencapai Rp210 Juta
Opsetan/Awetan harimau yang diamankan petugas (Foto: Humas KLHK)

Bagikan:

JAKARTA - Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Sumatera bersama Polda Jambi berhasil menggagalkan penjualan opsetan atau awetan Harimau Sumatra dan dua gading gajah.

Bersama barang bukti, petugas juga menangkap tiga orang yang terlibat dalam kasus ini. Pelaku pertama berinisial AW (55), ditangkap pada 23 Maret lalu di salah satu Losmen di Jalan Lintas Sumatera KM3, Kelurahan Mensawang, Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Pelaku mengaku akan menjual opsetan harimau seharga Rp150 juta. Selanjutnya, dua pelaku yang menjual gading gajah, HL (53) dan JAG (31) diamankan di depan salah satu Warung Makan, Jalan Lintas Jambi Bungo, Desa Manggis, Kabupaten Bungo Provinsi Jambi, 24 Maret lalu. Pelaku mengaku akan menjual dua gading gajah seharga Rp60 juta.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, Eduward Hutapea memberikan apresiasi kepada Tim Operasi Brigade Harimau Jambi yang berhasil menggagalkan transaksi perniagaan satwa ini.

"Kami akan terus berbuat untuk tetap mengantisipasi terjadinya perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi demi menjaga kelestariannya," tegas Eduward dalam pesan elektronik yang diterima wartawan, Selasa, 30 Maret. 

Selain gading gajah dan opsetan harimua, petugas juga mengamankan satu unit mobil dengan nomor polisi BH8178 KP warna putih, satu sepeda motor warna putih, dan tiga unit telepon genggam.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Sustyo Iriyono menegaskan, perdagangan satwa dilindungi merupakan kejahatan luar biasa.

"Upaya penindakan dan penegakan hukum terus kami lakukan. Kami juga telah membentuk Tim Intelijen dan Cyber Patrol untuk memetakan jaringan perdagangan ilegal," ungkapnya.

Lebih lanjut, Sustyo menegaskan KLHK terus berkomitmen dalam penyelamatan tumbuhan dan satwa liar sebagai kekayaan sumber daya hayati.

"Hilangnya sumberdaya hayati bukan hanya menimbulkan kerugian baik ekonomi maupun ekologi bagi Indonesia, tapi juga menjadi kehilangan sumberdaya hayati dan perhatian masyarakat dunia," tutup Sustyo.

Perbuatan para pelaku bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf d jo Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta. Saat ini terhadap para pelaku sudah dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Polda Jambi.