Bagikan:

SULTENG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengembalikan berkas penyidikan dua warga negara asing (WNA) asal China yang terlibat kasus kejahatan pertambangan di Kota Palu.

"Berkas penyidikan telah dikembalikan kepada penyidik Polda Sulteng," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng La Ode Abdul Sofian dihubungi di Palu, Senin 9 September, disitat Antara.

Namun, Sofian tidak merinci kapan berkas itu dikembalikan ke penyidik Polda Sulteng. Tetapi, pengembalian berkas itu dilakukan, karena dianggap belum memenuhi syarat untuk ditingkatkan statusnya ke tahapan penuntutan.

Sementara itu, penyidik Dirkrimsus Polda Sulteng beberapa waktu lalu berjanji akan menyampaikan perkembangan kasus itu, melalui Humas Polda Sulteng.

"Kami belum mendapatkan informasi terkait perkembangan kasus itu," kata Kasubdit Penerangan Masyarakat Polda Sulteng AKBP Sugeng Lestari.

Sebelumnya, Dirreskrimsus Polda Sulawesi Tengah menetapkan dua WNA, sebagai tersangka dugaan pertambangan ilegal di wilayah Kota Palu pada 4 Juni 2024.

Dirreskrimsus Polda Sulteng Kombes Pol Bagus Setiyawa menyampaikan, kedua WNA China yang ditetapkan sebagai tersangka ini masuk ke Indonesia dengan visa kunjungan. Namun, mereka melakukan aktivitas pertambangan dengan sistem perendaman, di wilayah izin konsesi PT Citra Palu Mineral (CPM).

“Pelaku inisial LJ (62) warga negara China, pekerjaan tehnisi dan inisial ZX (62), warga negara China, pekerjaan teknisi laboratorium, keduanya beralamat dari Hunan, China,” ungkapnya.

Polisi menyita tiga unit alat berat ekskavator, 20 buah tong plastik, 4 unit mesin alkon, tiga batang pipa paralon, satu set alat uji sampel, dua buah jerigen kapasitas 30 liter berisi bahan kimia hidrolik acid 32 persen dan hidrogen peroksida.

Bagus juga mengatakan, para pelaku diduga melakukan tindak pidana penambangan tanpa ijin (peti), yaitu setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau ijin berupa material batu/pasir yang mengandung emas.

Perbuatan kedua tersangka mengakibatkan kerugian negara dari kegiatan pertambangan tanpa ijin dengan nominal kurang lebih Rp 11 miliar. Tersangka dijerat dengan Pasal 158 dan 161 Undang Undang RI nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang Undang RI Momor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.