Bagikan:

JAKARTA - Salah satu saksi sidang korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah dengan terdakwa Harvey Moeis mengungkap adanya peningkatan produksi timah dalam penambangan rakyat.

"Benar. Naik signifikan," kata mantan Kabid Pengawasan UPDB Bangka Induk Musda Ansori, dikutip Rabu, 4 September.

Musda Ansori menyebut masyarakat yang melakukan aktivitas penambangan sebelumnya memang bisa dibilang beraktivitas secara ilegal.

Namun, PT Timah disebut berupaya untuk menyelamatkan timah hasil pertambangan tersebut dengan membelinya dari penambang masyarakat.

"Ada penambahan tradisional, ada yang semimodern menggunakan alat," ucap Musda.

Sementara dalam persidangan yang digelar pada Senin, 2 September lalu, evaluator PT Timah, Apit Rinaldi memberi kesaksian bahwa penambang rakyat memang melakukan aktivitas dengan pola kemitraan dengan PT Timah.

"Masyarakat yang memiliki hak atas lahan di IUP (izin usaha pertambangan) PTT memiliki hak untuk bekerja sama dengan PTT yang bentuknya bisa bermacam-macam," terang dia.

Kemitraan dengan penambang rakyat tersebut dituangkan atau dilegalkan lewat Instruksi 030 tahun 2008 dari direksi PT Timah tentang Pengamanan Aset PT Timah.

Hal ini dilakukan agar timah hasil pertambangan rakyat tidak malah diekspor secara ilegal atau dijual ke kompetitor ataupun pihak yang tidak berhak, padahal lahan tempat aktivitas pertambangan itu masuk ke dalam wilayah IUP (izin usaha pertambangan) milik PT Timah.

"Terdapat akulturasi antara kewajiban PT Timah untuk menyelasaikan hak atas tanah dengan memberikan kerjasama penambangan kepada pemilik lahan (kemitraan) dengan metode pembayaran per ton rupiah dan harganya sudah ditentukan oleh PT Timah," sambung Apit.

Apit menerangkan, meski beraktivitas di atas wilayah IUP PT Timah, namun penambang rakyat tidak diwajibkan melakukan reklamasi.

Kewajiban melakukan reklamasi tetap menjadi kewajiban PT Timah yang direalisasikan dengan membayarkan Dana Jaminan Pemulihan Lingkungan Hidup yang telah dibayarkan perusahaan saat mengajukan IUP wilayah pertambangan seperti amanah Pasal 43 Ayat (2) butir (a) UPPLH.

"Mitra IUJP, tidak ada kewajiban reklamasi, kewajiban reklamasi tetap berada pada PTT, mitigasi oleh PTT adalah perencanaan wilayah yang akan ditata sebagai upaya reklamasi atau perbaikan lingkungan," ujar Apit.

Saksi lain yang dihadirkan adalah Doni indra sebagai Mitra Tambang Darat UPT. Dalam persidangan itu ia memberikan kesaksian perihak wal mula kerja sama pihaknya dengan PT Timah. Ia menjelaskan bahwa pihaknya adalah salah satu pemilik lahan di kawasan tersebut meski ada IUP atas nama PT Timah di atasnya.

Doni menerangkan, awalnya ia punya lahan 10 hektare dan mengajukan kerja sama ke PT Timah. Saat dilakukan pengecekan, diketahui lahannya masuk ke dalam IUP PT Timah dan kemudian dapat bermitra dengan PT Timah.

Dengan adanya pola kemitraan denga masyarakat pemilik lahan seperti Doni, PT Timah tetap bisa memperoleh timah yang ada pada wilayah IUP-nya, sementara masyarakat pemilik lahan juga memperoleh hak ekonomi atas lahannya.

"Dalam hal lahan wilayah penambangan milik saksi sudah selesai ditambang, lahan tersebut tetap menjadi kepemilikan saksi, dan begitu juga berlaku untuk setiap mitra penambangan yang bekerjasama dengan PT Timah untuk menggunakan lahan wilayah penambangan mereka," imbuh Doni.