JAKARTA - Tim gabungan kembali melanjutkan operasi pencarian korban hilang akibat banjir bandang di Kelurahan Rua, Kecamatan Pulau Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara pada hari ini.
Sejauh ini tinggal satu warga yang belum berhasil ditemukan sejak bencana tersebut terjadi pada Minggu dini hari kemarin.
Kapusdatinkom Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menguraikan, operasi pencarian yang dikoordinasikan Basarnas kemarin sempat terkendala akibat hujan.
"Pada siang kemarin, hujan yang turun di bagian hulu mengakibatkan adanya aliran air yang dapat membahayakan petugas di lapangan. Para personel gabungan yang didukung dengan alat berat akan melanjutkannya pada esok harinya," ungkap Abdul Muhari dalam keterangannya, Kamis, 29 Agustus.
Operasi pencarian diawali dengan menurunkan dua ekor satwa K-9 miliki kepolisian. Namun, upaya identifikasi lokasi korban hilang oleh satwa kemarin belum membuahkan hasil.
Hingga hari ini, Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Banjir Bandang Kelurahan Rua mencatat korban meninggal 18 warga. Mereka yang luka-luka telah mendapatkan perawatan medis dari tim kesehatan setempat. Sedangkan pengungsian, sebanyak 150 jiwa berada di SMK 4 Kastela untuk sementara waktu.
Lebih lanjut, BNPB juga memberikan pendampingan operasionalisasi Posko yang berlokasi di Kantor Wali Kota Ternate. Melalui pengaktifan organisasi tanggap darurat ini, penanganan akan berjalan secara optimal.
"Pendampingan di fase tanggap darurat yang dilakukan di antaranya terkait administrasi pemanfaatan dana siap pakai (DSP), manajemen gudang logistik, penyajian data dan informasi dan pemetaan spasial," ucapnya.
BACA JUGA:
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Lilik Kurniawan menyebut pihaknya mengerahkan personel dan drone untuk memotret kawasan terdampak, seperti kondisi hulu, aliran material bebatuan dan topografi setempat.
Analisis spasial ini dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam penentuan relokasi atau pun mitigasi bencana. Pada konteks relokasi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan mengatakan, perlu analisis yang komprehensif, misalnya nanti terkait dengan persoalan sosial.
Menurutnya, warga yang tidak terdampak dan berada di kawasan bahaya enggan untuk relokasi. Ini tentunya menjadi tantangan pemerintah daerah setempat untuk memberikan pemahaman risiko kepada masyarakat sehingga mereka bersedia relokasi.
“Mereka yang tidak terdampak (di kawasan bahaya), warga yang memiliki rumah yang masih utuh, ini memang mau dipindah? Ini yang saya maksud persoalan sosial.
Lilik menambahkan, hal tersebut perlu dikaji dan dikomunikasikan kepada berbagai pihak dalam rangka desain program relokasi sebagai solusi berkelanjutan. Hal tersebut selanjutnya juga harus dikomunikasikan kepada masyarakat.
“Tentu ini akan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan agama yang mereka percaya,” ujar Lilik.