Bagikan:

DENPASAR - Tiga perempuan Warga Negara Asing (WNA) asal Uganda dan Rusia ditangkap oleh petugas Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar, Bali.

Dua WNA berasal dari Uganda berinisial RKN dan FN, satu WNA lainnya berkewarganegaraan Rusia berinisial IT. Mereka ditangkap oleh petugas imigrasi karena menjadi pekerja seks komersial (PSK) di Bali.

"Mereka terbukti melakukan pekerjaan seks komersial di Bali," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, Selasa, 27 Agustus.

Ketiga WNA ini memasang tarif 400 dolar Amerika Serikat (AS) per jam atau sekitar Rp6,2 juta untuk para pelanggannya dan untuk para pelanggannya bisa Warga Negara Indonesia (WNI) dan juga WNA.

"Mereka berkegiatan sebagai PSK tentu saja tidak bisa dibatasi, bisa orang Indonesia bisa saja orang asing," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Denpasar, Ridha Sah Putra, mengatakan ketiga warga asing ini bekerja sebagai PSK dengan penawaran melalui media sosial.

"Kami temukan ada beberapa link yang di situ terdapat beberapa wanita dari berbagai negara. Link-nya sepertinya dikelola secara internasional, sehingga dari hasil pengamatan tersebut ada beberapa agen atau  petugas kita  yang melakukan penyamaran dan hingga diketahui mereka memiliki tarif 400 USD per jam," ujarnya.

Dalam penangkapan, petugas juga menemukan alat kontrasepsi/kondom pakaian dalam, dan uang sebesar 200 USD yang diduga digunakan uang jasa PSK.

Uang tersebut diketahui merupakan milik informan yang memesan jasa PSK melalui situs online sebagai bagian dari operasi penangkapan.

"Sementara kami temukan memang hanya bekerja sebagai PSK, tidak temukan konten pornografi dan mereka berkomunikasi menggunakan whatsapp tapi menggunakan nomor luar negeri," ujarnya.

Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar akan mengambil tindakan administratif keimigrasian terhadap ketiga WNA itu dengan deportasi dan penangkalan, sesuai dengan Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Langkah ini diambil sebagai bentuk komitmen untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum di Bali.

"Keberhasilan operasi ini semakin memperkuat komitmen kami untuk terus melakukan pengawasan ketat terhadap keberadaan WNA di Bali. Kami akan memanfaatkan teknologi dan media sosial dalam pengawasan untuk memastikan bahwa hanya WNA yang berkontribusi positif bagi masyarakat yang diperbolehkan tinggal di Indonesia," ujarnya.