Bagikan:

BANDUNG - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat (Jabar) menegaskan bahwa perundungan (bullying) di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bukanlah tradisi yang seharusnya ada.

Ketua Dewan Pertimbangan IDI Jabar Eka Mulyana menyampaikan, proses pendidikan dokter spesialis harus dilandasi oleh nilai-nilai profesionalisme, etika, dan saling menghormati antarsesama dokter.

"Saya sampaikan bahwa apapun bentuk perundungan, termasuk di dokter, kami menentang, karena itu tentu saja bertentangan dengan sumpah dokter dan kode etik kedokteran," kata Eka di Bandung, Antara, Selasa, 20 Agustus. 

Hal itu disampaikan menanggapi kasus perundungan yang dilakukan oleh dosen kepada residen yang tengah mengikuti program PPDS di Departemen Bedah Saraf RS Hasan Sadikin (RSHS).

Eka mengatakan untuk kasus perundungan, pihak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) telah memutuskan memberikan sanksi berat kepada oknum yang terlibat.

Menurutnya apapun bentuk perundungan di bidang pendidikan dokter sangat bertentangan dengan sumpah dokter dan etika kedokteran. Maka, ketika ada kasus perundungan ini harus jadi perhatian serius semua pihak.

"Ya biar tidak terjadi, tentu saja banyak hal harus diperhatikan, khususnya di institusi pendidikan dokter, minimal ada dua sampai tiga aspek," kata Eka.

Dia mengungkapkan pendidikan kedokteran dengan pelayanan kesehatan tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu di lapangan diperlukan praktik di rumah sakit pendidikan, seperti RSHS Bandung.

"Pendidikan dokter tidak hanya mendengarkan dan menulis, tapi pendidikan dokter ini melayani pasien. Nah ini tentu perlu praktik di mana rumah sakit pendidikan, misal di RSHS," katanya.

Eka mengatakan selama menjalani program pendidikan, dokter spesialis perlu memiliki kontrak kerja antara institusi pendidikan dan peserta didik untuk mencegah kasus perundungan dapat terjadi.

"Kita ada sumpah dokter dan kode etik, siapapun dalam unsur kedokteran menyalahi ini maka sanksi akan dikeluarkan," kata dia.